tirto.id - Kecelakaan Kereta Api (KA) Turangga dengan KA Lokal Bandung Raya di petak Stasiun Cicalengka-Haurpugur, Bandung, Jawa Barat, yang terjadi pada Jumat (5/1/2024) pagi mendapatkan banyak sorotan. Ahli transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono Wibowo, menuturkan jalur yang digunakan oleh KA Turangga dan KA lokal merupakan jalur kereta api tunggal (single track).
Sony menuturkan kecelakaan kereta rawan terjadi di jalur tunggal. Saat jalur yang ada berupa single track, KA jarak jauh sudah pasti diprioritaskan untuk melintas.
Dia menilai KA Turangga merupakan kereta yang seharusnya melintas terlebih dahulu, jika dibandingkan dengan KA lokal. Sony pun menduga ada miskomunikasi antara pihak Stasiun Cicalengka dengan KA Commuterline Bandung Raya.
"Iya, ada kemungkinan seperti itu [ada miskomunikasi]. Artinya KA lokalnya kan harusnya enggak boleh jalan dulu sebelum KA Turangga lewat, tapi kenapa [KA lokal] diizinkan jalan, apakah karena memang KA Turangganya telat, atau KA lokalnya kecepetan," kata Sony melalui sambungan telepon, Jumat (5/1/2023).
Dia menuturkan seharusnya alur perjalanan KA yaitu KA lokal tiba di Stasiun Cicalengka dan menunggu terlebih dahulu. Kemudian, masinis KA Turangga lantas memberitahukan kepada Kepala Stasiun Cicalengka kereta sudah mendekati stasiun.
Setelah itu, KA lokal diminta untuk menunggu selama beberapa menit. KA Turangga kemudian melewati Stasiun Cicalengka. Setelah KA Turangga melalui Stasiun Cicalengka, KA lokal baru diizinkan berjalan.
"Memang kereta api kalau ingin mendekati stasiun, biasanya jarang berkomunikasi, tapi biasanya diingatkan oleh kepala stasiun, 'ada yang mendekat', seperti itu," kata Sony.
Membangun Jalur Ganda di Selatan Jawa
Sementara itu, agar tidak terjadi kecelakaan serupa, Sony berharap PT Kereta Api Indonesia (KAI) membangun jalur ganda (double track) di selatan Jawa. Dia menilai dengan adanya double track, kecelakaan 'adu banteng' tidak akan terjadi.
"Nah, ini [pembangunan] harus dipercepat, karena kalau dengan double track, ya adu banteng tidak akan terjadi lagi dan juga kapasitasnya [perjalanan kereta] juga akan lebih baik," kata Sony.
Walaupun, dia mengakui sulit untuk membangun jalur ganda karena alasan geografis. Tidak hanya itu, proyek tersebut juga bakal mengganggu anggaran dana pembangunan.
"Karena geografisnya, jadi [anggaran pembangunannya] lebih mahal. Jadi akhirnya uang yang ada dibuat yang mana dulu lah, yang gampang," lanjut dia.
Serupa dengan Tragedi Bintaro
Sony juga menyoroti kecelakaan kereta kali ini mirip dengan tragedi Bintaro yang terjadi pada 1987. Dia menuturkan kecelakaan kereta terjadi antara KA lokal. Jumlah korban yang meninggal mencapai ratusan lantaran penumpang pada saat itu masih diizinkan untuk memenuhi atap kereta.
"Yang paling fenomenal itu yang di Bintaro tahun 1987, itu adu banteng dan sama-sama KA lokal. Tapi, pada waktu itu, KA kan masih penuh sama orang di atas atap, di masinis, segala macam. Sehingga waktu terjadi tabrakan, luar biasa korbannya, sampai ratusan [penumpang]," kata Sony.
Dia mengungkapkan, penyebab kecelakaan tragedi Bintaro saat itu adalah salah sinyal. KA lokal seharusnya menunggu di sebuah stasiun. Namun, KA lokal itu malah melaju sehingga menabrak KA lokal lain.
"Kalau yang Bintaro memang kesalahan sinyal sehingga ada kereta yang harus nunggu, malah disuruh jalan," tutur Sony.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Intan Umbari Prihatin