tirto.id - Korea Selatan baru-baru ini melaporkan kasus infeksi amoeba pemakan otak yang menyerang seorang pria berusia 50-an.
Berdasarkan laporan dari Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) pria tersebut dikonfirmasi meninggal dunia tidak lama setelah terinfeksi ameba.
Ia terinfeksi ameba setelah baru saja kembali dari perjalanannya di Thailand. Infeksi ameba pemakan otak sendiri merupakan kasus yang langka di dunia, bahkan baru pertama kali dilaporkan di Korea Selatan.
Secara global, Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) memperkirakan ada antara 1.000 dan 2.000 kasus penyakit ini setiap tahun. Kasus ameba pemakan otak dilaporkan dari India, Thailand, AS, China dan Jepang.
Apa Itu Amoeba Pemakan Otak?
Ameba pemakan otak merupakan spesies ameba bernama Naegleria fowleri. Melansir dari Live Science, ameba ini pertama kali dideteksi di Virginia, AS, pada 1937.
Infeksi ameba Naegleria fowleri memang langka, namun sangat berbahaya dengan 97 persen kemungkinan kematian. Ameba Naegleria fowleri bertahan hidup di dalam endapan air tawar.
Keberadaan ameba ini ditemukan di berbagai sumber air tawar, termasuk danau, sungai, hingga mata air panas.
Seseorang yang terinfeksi ameba pemakan otak dapat mengalami serangkaian gejala mirip seperti meningitis, termasuk:
- demam tinggi;
- sakit kepala yang sangat parah;
- mual dan muntah;
- gemetaran.
- leher kaku dan sangat sensitif terhadap cahaya (fotofobia);
- kebingungan;
- koma.
Penyebab Infeksi Amoeba Pemakan Otak
Sebagian besar kasus infeksi ameba pemakan otak terjadi karena penderita terpapar air yang telah terkontaminasi ameba Naegleria fowleri.
Menurut CDC, seseorang dapat terinfeksi ameba ini ketika sedang menjalankan aktivitas di perairan tawar, seperti:
- berenang di danau;
- menyelam atau membenamkan kepala sumber mata air tawar dengan suhu hingga 46° C;
- mencuci wajah dengan air ledeng yang terkontaminasi;
- mengaduk-aduk endapan di bawah air tawar;
- berenang di air yang tidak diklorinisasi dengan baik.
Ameba pemakan otak tidak menular dari orang ke orang. Selain itu, infeksi ameba ini tidak pernah dilaporkan terjadi setelah aktivitas di air asin seperti laut.
Proses Infeksi Amoeba Pemakan Otak
Infeksi ameba pemakan otak bisa terjadi dalam 2 hingga 15 hari setelah penderita terpapar air yang terkontaminasi.
Naegleria fowleri dapat masuk melalui hidung mulai menginfeksi tubuh. Ameba ini bertahan hidup dengan memakan bakteri lain menggunakan enzim pencernaannya.
Ketika masuk melalui hidung, ameba ini bisa beredar menuju ke otak. Saat ia masuk ke otak, maka tidak ada bakteri untuk dimakan.
Akibatnya, ameba ini menyerang sel-sel otak untuk mendapatkan nutrisi. Sistem kekebalan tubuh kemudian merespons hal ini sebagai bentuk serangan. Sistem kekebalan akhirnya melepaskan pasukan ke zona terinfeksi, yaitu otak.
Proses 'pertarungan' antara ameba dan sel-sel kekebalan menyebabkan bagian otak mengalami peradangan dan pembengkakan. Padahal, otak sendiri dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras dan tidak elastis.
Pembengkakan akibat 'pertarungan' melawan ameba menyebabkan ruang di kepala tidak bisa lagi menampung bagian otak sehingga memicu tekanan kranial.
Kondisi ini mengganggu koneksi otak ke sumsum tulang belakang, sehingga mengakibatkan penderita mengalami kesulitan bernapas, kehilangan kesadaran, hingga kematian.
Biakah Infeksi Amoeba Pemakan Otak Sembuh?
Meskipun sangat jarang terjadi, namun ada sedikit kasus di mana penderita infeksi ameba pemakan otak sembuh. Berdasarkan kasus infeksi ameba pemakan otak di AS per 2021, dari 154 orang yang terinfeksi hanya ada 4 orang yang berhasil selamat.
Sementara itu, 97 persen penderita infeksi ameba meninggal dunia. Hal ini karena belum ditemukan pengobatan pasti untuk mengatasi infeksi ameba pemakan otak.
Prosedur pengobatan yang bisa dilakukan untuk penderita saat ini adalah dengan metode pemberian obat antijamur amfoterisin B.
Obat tersebut merupakan antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur serius yang berpotensi mengancam nyawa.
Masih menurut Cleveland Clinic, pasien yang selamat di AS diketahui mendapat pengobatan berupa kombinasi dari amfoterisin B, rifampisin, flukonazol, dan miltefosin.
Salah satu obat, yaitu miltefosin merupakan obat untuk penyakit yang diakibatkan oleh parasit yang disebarkan oleh lalat pasir.
Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang terpapar ameba pemakan otak mengalami gejala infeksi. Ada beberapa kasus di mana orang-orang tidak terinfeksi ameba pemakan otak meskipun terpapar sumber air yang sama dan melakukan aktivitas yang sama.
Hal ini karena beberapa orang memiliki antobodi terhadap ameba pemakan otak sehingga dapat selamat meskipun terinfeksi.
Editor: Yantina Debora