tirto.id - Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purnawirawan) Ryamizard Ryacudu menyebut pengawal Menko Polhukam Wiranto lengah sehingga terjadi penyerangan. Ia mengingatkan para pengawal untuk lebih waspada menjaga keamanan pejabat atau menteri.
"Waktu saya lihat tayangan terjadinya penusukan, pengawalnya tidak ada yang berjaga-jaga di belakang Pak Wiranto. Seharusnya penjagaan dilakukan di belakang, bagian kanan dan kiri. Ini pelajaran penting bagi para pengawal pejabat untuk waspada terhadap siapa saja," kata Ryamizard di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Kamis (10/10/2019).
Menurut Ryamizard, sering kali petugas melupakan pengamanan terhadap para pejabat lantaran sudah merasa aman.
"Akan tetapi, justru teroris akan mencari celah dan melihat kapan titik lemahnya. Sama saja kalau kita operasi perang atau bertempur, 1 sampai 2 bulan masih ketat. Namun, menjelang 12 bulan sudah lain lagi," jelasnya.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini menegaskan bahwa pengamanan terhadap presiden dan pejabat negara tidak boleh lengah.
"Dari awal sampai akhir (kegiatan) haru selalu siap siaga," tegasnya.
Ryamizard mengaku SOP pengamanan pejabat negara sudah ada namun perlu ada peningkatan kewaspadaan petugas keamanan.
"Sudah ada SOP-nya. Kalau sudah lama kan lupa, apalagi pengawal saya 5 tahun mendampingi saya gitu-gitu aja. Malahan saya sering mengingatkan kepada ajudan saya untuk selalu waspada. Saya kan 14 tahun di daerah operasi, jadi mengerti," kata dia.
Wiranto saat ini dirawat di RSPAD akibat ditusuk seorang pria di bagian perutnya. Penyerangan itu terjadi ketika Wiranto turun dari mobil yang ia tumpangi di depan pintu gerbang alun-alun Kecamatan Menes, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019).
Polisi menangkap dua orang yang merupakan pasangan suami istri dalam kasus penyerangan terhadap Wiranto. Mereka yakni Syahril Alamsyah alias Abu Rara dan Fitri Andriana binti Sunarto. Polisi menduga mereka terkait kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Dieqy Hasbi Widhana