Menuju konten utama

Penularan Corona Sebelum Maret Bukti Pemerintah Tak Siap Antisipasi

Masa inkubasi virus dan kedatangan warga negara asing dari negara terjangkit COVID-19 memungkinkan penularan di Indonesia sebelum Maret.

Penularan Corona Sebelum Maret Bukti Pemerintah Tak Siap Antisipasi
Petugas kepolisian melakukan simulasi pemakaman jenazah pasien positif positif COVID-19 di Mapolres Batang, Jawa Tengah, Senin (20/4/2020). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/wsj.

tirto.id - Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020. Hingga 20 April, jumlah kasus terkonfirmasi mencapai 6.760 dengan 590 kasus meninggal dan 747 kasus sembuh.

Setiap hari sejak kasus pertama diumumkan, pemerintah Indonesia menyampaikan kasus secara agregat. Hanya saja tidak disertai informasi klaster kasus terkonfirmasi, seperti saat menjabarkan kasus pertama.

Menjelang pengumuman kasus pertama, publik Indonesia sudah diperingatkan ada penularan COVID-19, tapi pemerintah menyangkalnya.

Pekan lalu, epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, menguatkan dugaan yang memprediksi penularan COVID-19 secara lokal terjadi sebelum Maret. Riono berbicara dalam forum Indonesia Lawyers Club. Ia menyebut transmisi lokal COVID-19 terjadi di Indonesia pada minggu ketiga Januari. Tapi, pemerintah Indonesia menyangkalnya. Orang yang punya gejala mirip COVID-19 dites dengan hasil negatif.

Pernyataan Riono menyegarkan ingatan ada seorang warga asal Wuhan, Cina, yang dilaporkan terinfeksi COVID-19 setelah dari Bali pada 22 Januari 2020. Ia meninggalkan Pulau Dewata pada 28 Januari, seperti dikutip dari The Jakarta Post.

Lion Air, maskapai yang membawa penumpang itu, menyangkal ada penumpang dari Wuhan yang terjangkit SARS-CoV-2.

Setelah terjadi wabah di Cina, penerbangan langsung dari Wuhan, Hubei—pusat persebaran Coronavirus baru—ke Indonesia tak langsung berhenti meski lockdown di provinsi itu berlaku sejak 23 Januari 2020.

Pemerintah Indonesia menutup sementara rute penerbangan maskapai yang mengangkut penumpang langsung dari Indonesia ke Cina atau rute kebalikannya mulai 5 Februari 2020. Namun, pesawat kargo dari negara seperti Cina masih terpantau ke Indonesia.

Menurut Pandu Riono, mobilitas orang dari negara terjangkit Corona, terutama Cina, ke Indonesia menjadi salah satu ‘kata kunci’ penularan COVID-19 secara lokal terjadi di Indonesia pada Januari 2020 saat masih ada penerbangan Indonesia dari dan ke Cina.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, menyangkal ada penularan sebelum Maret. Ia berpegang pada data pemeriksaan spesimen dengan metode reaksi berantai polimerase (PCR).

Faktor Inkubasi COVID-19

Menurut epidemiolog Universitas Airlangga Surabaya, Laura Navika Yamani, standar global masa inkubasi coronavirus, yakni selama 2-14 hari, mendukung argumen penularan terjadi sebelum Maret lewat transmisi lokal.

“Bila dihitung dari masa inkubasi kasus pertama dan kedua, penularan COVID-19 berpotensi terjadi sebelum Maret. Mungkin pertengahan Februari. Apalagi saat kasus diumumkan itu telah terjadi proses pemeriksaan sebelum Maret,” ujarnya kepada Tirto, Senin (20/4/2020). Kasus pertama dan kedua merujuk kedua pasien yang masih satu keluarga yang diumumkan oleh Presiden Jokowi pada awal Maret; mereka dinyatakan sembuh beberapa pekan kemudian.

Penyangkalan pemerintah Indonesia sebetulnya tak perlu terjadi bila punya kesiapan mendiagnosis virus secara cepat, ujar Laura. Nyatanya, ia menduga reagen untuk tes PCR saja saat awal kasus belum ada atau baru dipesan setelah ada indikasi kasus COVID-19. Pada masa awal kasus, lokasi pemeriksaan juga terpusat di Jakarta.

Setelah kasus terkonfirmasi terus bertambah, baru muncul inisiatif pemerintah pusat menambah laboratorium. Kini telah ada 32 laboratorium yang diklaim pemerintah bisa memeriksa per hari kurang dari 5.000 spesimen.

“Kalau pemerintah menyediakan reagen dan PCR, itu untuk mempercepat tracing. Kita tahu sekarang masih terbatas stoknya. Memesan pun butuh waktu juga,” katanya.

Saat ini, pemerintah Indonesia berusaha melacak kasus secara agresif dan massif dengan tes cepat dan metode PCR. Mereka baru mengimpor reagen untuk mengejar target pemeriksaan 10.000 PCR per hari plus menambah rapid test sebanyak 20.000 unit yang baru datang beberapa hari lalu.

Laporan harian pemerintah Indonesia pada 20 April menyebut telah memeriksa 49.767 spesimen dengan hasil kasus terkonfirmasi 6.760 (13,58 persen). Dengan demikian, rasio tes COVID-19 Indonesia adalah 0,14 per 1.000 penduduk, merujuk ourwordlindata.

Data COVID-19 Masih Tertutup

Menurut Laura, pangkal dari perdebatan antara pemerintah Indonesia dan epidemiolog di antaranya berkorelasi dengan data COVID-19 yang masih tertutup. Kluster penyebaran tak diketahui, kecuali instansi kesehatan di masing-masing daerah dan pemerintah pusat.

“Data kasus positif tidak dibuka seutuhnya. Data tracing tidak tahu. Hanya berupa angka. Secara karakter pasien itu, kami tidak tahu. Jadi bagaimana akan merumuskan kebijakan pencegahan?” ungkapnya.

Presiden Joko Widodo telah dua kali menekankan pentingnya data COVID-19. Setelah peringatan pertama disampaikan, juru bicara penanganan COVID-19 membuka jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan orang dalam pengawasan (PDP). Kemarin, Jokowi memeringatkan kembali pentingnya data, sebagai bantahan pemerintahannya tidak menutup-nutupi kasus.

Apa yang disampaikan Presiden Jokowi tampak belum terdistribusi dengan baik. Gambarannya, dua situsweb Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas COVID-19 masih saja menunjukkan data secara umum berdasarkan laporan harian yang terakumulasi sejak 2 Maret.

Laporan harian COVID-19 juga tak luput dari kritik, alih-alih melaporkan kasus pada hari berjalan, kasus yang diumumkan merupakan hasil pemeriksaan beberapa hari sebelumnya.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali