tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan rampung menjalani pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik. Ia dimintai keterangan sekira satu jam pada hari ini, Senin (27/9/2021).
Luhut mengadukan pendiri Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti.
Luhut merasa telah mengikuti prosedur hukum sebelum mengadukan kedua terlapor, yakni dua kali menyomasi terlapor lantaran dianggap menyinggung nama baik dirinya dan keluarganya. Surat somasi dikirimkan pada Agustus lalu.
"Saya minta supaya mereka minta maaf, dua kali somasi tidak dipenuhi. Saya sudah lakukan semua prosedur hukum saya ikuti," kata Luhut, Senin (27/9/2021).
Luhut kembali merasa dirinya taat kepada prosedur hukum, dengan memenuhi panggilan penyidik unutk dimintai keterangannya. Luhut mengingatkan publik agar tak sembarangan bicara, dan bakal tetap membuktikan tuduhan kepada dirinya adalah salah.
"Sekali lagi saya ingatkan saja, jangan sekali-kali berlindung kepada hak asasi dan kebebasan berekspresi yang bisa mencederai orang, dan saya tidak akan berhenti membuktikan bahwa saya benar," kata Luhut.
Penyebab kasus ini, Luhut merasa pernyataan Fatia dalam tayangan Youtube ialah tidak benar dan tidak berdasar.
Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!".
Hal ini juga berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua.
Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.
Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk Luhut. Karena tak terima namanya disangkutpautkan dengan hal itu dan somasi tak membuahkan hasil, maka Luhut memilih menempuh jalur hukum.
Pengaduan Luhut terdaftar dengan Nomor: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 22 September 2021.
Sementara, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pelaporan ini kembali menunjukkan kecenderungan pejabat pemerintah menjawab kritik dengan ancaman pidana.
Ini bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan yang sering diulang Presiden Joko Widodo dan pejabat lainnya tentang komitmen kebebasan berpendapat.
“Bahkan jika ancaman pemidanaan ini diteruskan hingga berujung pemenjaraan, hanya akan menambah penuh tahanan dan penjara yang ada. Padahal pemerintah juga berjanji untuk mengurangi populasi tahanan dan lembaga pemasyarakatan,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Rabu (22/9).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto