tirto.id -
"Satu hal yang membuat agak kesulitan adalah dari pihak korban sampai saat ini tidak mau divisum. Sehingga itu sebenarnya cukup menyulitkan," kata Kabid Humas Polda DIY AKBP Yuliyanto di Yogyakarta, Jumat (11/1/2019).
Lanjut Yuliyanto dengan penolakan melakukan visum ini maka cukup merepotkan bagi penyidik yang menangani kasus ini.
"Agak merepotkan untuk cepat selesainya perkara ini," katanya.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY Kombes Pol Hadi Utomo mengatakan visum sangat diperlukan dalam kasus ini. Pasalnya dalam laporan polisi, kasus ini merupakan dugaan tidak pidana pemerkosaan dan pencabulan.
Visum kata dia digunakan untuk membuktikan terjadinya hubungan badan yang mengarah pada dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pencabulan sebagaimana yang dilaporkan.
"Kita harus buktikan apakah sudah terjadi atau belum hubungan badan itu. Masalah tempos (waktu terjadinya tindak pidana) itu urusan ahli. Sudah terjadi atau tidak terjadi, penyebabnya apa? Itu yang akan kita kaji," kata dia.
Visum et repertum kata dia adalah sebagai tahap awal sebelum kemudian dilakukan visum et repertum psikiatrikum.
"[Visum dilakukan] buka masalah relevan dan tidak relevan [...] Masalah [visum] digunakan atau tidak, itu namanya korban bersyarat," tambahnya.
Sebab kata dia visum et repertum yang merupakan pemeriksaan medis diperlukan untuk kemudian dilanjutkan dengan visum et repertum psikiatrikum yakni pemeriksaan kondisi psikologis untuk memperkuat.
Kendati demikian jika korban tetap bersikukuh menolak untuk melakukan visum maka kasus ini kata dia tetap akan berjalan.
"Kita sayangkan dia [korban] harusnya gunakan haknya tetapi tidak digunakan. Tetapi kita tidak akan memaksa. Tetap on the track," ujarnya.
Ketua Tim Kuasa Hukum Agni, Catur Udihandayani mengatakan saat ini pihaknya sedang memperjuangkan agar Polda DIY mengizinkan dilakukan visum et repertum psikiatrikum karena dampak yang dirasakan Agni adalah dampak psikis.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari