tirto.id - Dua anggota Sabhara yang terlibat dalam penjualan senjata api ke kelompok bersenjata Papua berawal dari perkenalan. Hingga kini penyelidikan masih dilakukan oleh Polda Papua dan Polda Maluku.
"Hanya karena berteman kemudian timbul komunikasi. Ternyata lebih jauh lagi pertemanan itu, akhirnya terlibat (transaksi senpi)," ucap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono di Mabes Polri, Rabu (3/3/2021). Namun ia belum bisa membeberkan kolega dua polisi itu lantaran masih dalam penyelidikan.
Ada enam orang yang dibekuk karena diduga memuluskan transaksi senjata api kepada kelompok bersenjata. Pengungkapan itu berawal dari penangkapan warga Bintuni. Empat warga sipil dan dua anggota Polres Ambon kini masih menjalani pemeriksaan.
Kasus jual-beli senjata ini pernah juga dilakukan oleh Bripka MJH (anggota Brimob Kelapa Dua), DC (aparatur sipil negara sekaligus anggota Perbakin Nabire), dan FHS (eks personel TNI AD), tahun lalu. Kini mereka jadi tersangka dan dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951
4 November 2020, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka Sebby Sambom mengklaim jual-beli senjata api dan amunisi adalah tradisi lama yang masih dilakoni hingga kini.
“Ya, benar. Harga bervariasi. Prinsipnya, TPNPB butuh senjata dan anggota TNI-Polri butuh uang. Itu saja, dan tidak punya kepentingan lain. Berapa anggota TNI-Polri patok harga, beli saja,” ucap dia ketika dihubungi Tirto.
Senjata itu merupakan jenis standar yang kerap dipakai oleh personel TNI dan Polri. Harga tertinggi yang pernah ditebus Rp250 juta-Rp300 juta, dengan sebutir peluru dihargai Rp100 ribu. TPNPB biasa menjual kayu, pasir, babi hutan dan apapun barang lain. Mereka juga punya dana sumbangan wajib dan sukarela, hasil penjualan dan sumbangan untuk membeli senapan.
“Uang hanya digunakan dalam perjuangan. Kami tidak hitung kerugian, tapi (fokusnya) misi terus berjalan. Maka setiap Komando Daerah Pertahanan (Kodap) berusaha (menghasilkan uang),” jelas Sebby.
Setiap Kodap memiliki jaringan masing-masing, tidak satu jalur transaksi. Di bawah kepemimpinan Panglima TPNPB Jenderal Goliath Tabuni selama 14 tahun terakhir, mereka berbisnis dengan aparat dan berhasil tebus tiga senapan. Tapi Sebby membantah pihaknya menggunakan senjata tersebut untuk menyerang warga, seperti yang dituduhkan. Menurutnya, mereka membunuh aparat dengan senjata milik aparat itu sendiri.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz