tirto.id - Gempa besar berkekuatan 7,1 skala richter terjadi pada Kamis tanggal 8 Agustus 2024 di Zona Megathrust Nankai wilayah selatan Jepang, tepatnya di laut Hyuganada, Prefektur Miyazaki, Pulau Kyushu. Otoritas setempat langsung memberikan peringatan dini tsunami yang berpotensi menghantam beberapa wilayah pesisir Kepulauan Kyushu dan Shikoku.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan usai gempa besar di Jepang tersebut. Menurut BMKG, Indonesia patut mewaspadai dampak yang ditimbulkan akibat gempa di Zona Megathrust Nakai itu.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menyampaikan, Megathrust Nankai merupakan salah satu zona seismic gap atau zona sumber gempa potensial namun belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir.
Daryono menduga saat ini Megathrust Nankai tengah mengalami proses akumulasi medan tegangan atau stres kerak bumi.
Daryono menjelaskan, para ilmuwan Jepang meyakini bahwa Palung Nankai yang ada di jalur Megathrust Nankai memiliki beberapa segmen Megathrust yang jika seluruh tepian patahan tersebut tergelincir sekaligus, maka dapat menghasilkan gempa berkekuatan magnitudo hingga 9,1.
Menurutnya, gempa tersebut tentunya tidak hanya memiliki dampak merusak, namun juga dapat memicu tsunami besar.
Sehingga, dirinya memberikan peringatan untuk waspada terhadap potensi tsunami besar tersebut yang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia.
Namun, menurut Daryono gempa besar di Megathrust Nankai tidak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik yang ada di wilayah Indonesia.
Sebab, jarak sistem lempeng di Megathrust Nankai dan yang ada di wilayah Indonesia memiliki jarak yang sangat jauh, dan biasanya dinamika tektonik yang terjadi hanya berskala lokal hingga regional pada sistem Tunjaman Nankai.
Meski demikian, Daryono menyampaikan, bahwa BMKG tetap terus melakukan mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami untuk menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi.
BMKG saat ini telah memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang digunakan untuk dapat menyebarkan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia dengan waktu singkat.
Selain itu, BMKG juga akan terus memantau aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai.
Apa Itu Gempa Megathrust?
Megathrust memiliki asal kata “Mega” yang artinya besar, dan kata “Thrust” yang artinya sesar sungkup.
Gempa Megathrust merupakan gempa bumi yang sumbernya berasal dari zona Megathrust yang letaknya di perbatasan pertemuan kerak benua dan kerak samudera.
Pada zona megathrust, terjadi tumbukan lempeng antara lempeng benua dengan lempeng samudera di kedalaman dangkal.
Lempeng samudera bergerak menunjam ke bawah lempeng benua dan membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng (jalur subduksi)
Jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal. Zona ini yang disebut sebagai zona Megathrust.
Peta Megathrust Indonesia
Indonesia memiliki sejumlah zona sumber gempa zona Megathrust yang berada di zona subduksi aktif, yakni seperti:
- Zona Subduksi Sunda (memanjang di selatan Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba).
- Zona Subduksi Banda.
- Zona Subduksi Sulawesi Utara.
- Zona Subduksi Lempeng Laut Maluku.
- Zona Subduksi Lempeng Selatan Laut Filipina.
- Zona Subduksi Utara Papua.
- Segmen Selat Sunda-Banten.
- Segmen Jawa Barat-Jawa Tengah.
- Segmen Jawa Timur.
Akan tetapi, berdasarkan scenario model yang dibuat dengan asumsi dua segmen bergerak secara simultan, maka potensi magnitudo yang dihasilkan bisa lebih dari 8,7.
Apa Dampak Gempa Megathrust?
Apabila pada bidang kontak antar lempeng atau jalur subduksi terjadi pergeseran secara tiba-tiba, maka dapat memicu gempa Megathrust.
Proses terjadi gempa Megathrust dimulai dari akumulasi tekanan di zona subduksi, yakni ketika lempeng samudera yang lebih pada menunjam ke bawah lempeng benua yang lebih ringan.
Berjalannya waktu, tekanan di zona subduksi akan terus bertambah hingga mencapai titik kritis, dan pada akhirnya terjadi pelepasan energi dalam bentuk gempa bumi.
Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudera akan bergerak terdorong naik.
Serta, jika gempa Megathrust dalam skala besar terjadi di laut, maka gempa tersebut akan memicu gelombang tsunami.
Penulis: Bintang Pamungkas
Editor: Dipna Videlia Putsanra