Menuju konten utama

Penjelasan Muhammadiyah Terkait Jadwal Imsak Apakah Termasuk Bid'ah

Penjelasan soal apakah jadwal imsak termasuk bid'ah versi Muhammadiyah.

Penjelasan Muhammadiyah Terkait Jadwal Imsak Apakah Termasuk Bid'ah
Ilustrasi. foto/istockphoto

tirto.id - Imsak secara bahasa diartikan sebagai waktu berpuasa. Imsak ini dimulai dari fajar hingga terbenamnya matahari.

Untuk memudahkan batasan ini, maka dianggaplah azan Subuh dan azan Maghrib sebagai penanda.

Di Indonesia ada fenomena jadwal imsak 10 menit sebelum azan Subuh yang sudah menjadi tradisi (kebiasaan).

Lalu, bagaimana tanggapan Muhammadiyah terkait jadwal imsak ini? Apakah termasuk ke dalam bidah?

Hukum Jadwal Imsak menurut Muhammadiyah

Ketentuan terkait dimulainya waktu puasa (imsak) terdapat pada Surah Al-Baqarah Ayat 187 sebagai berikut:

اُحِلَّ لَـکُمۡ لَيۡلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَآٮِٕكُمۡ‌ؕ هُنَّ لِبَاسٌ لَّـكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ؕ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّکُمۡ كُنۡتُمۡ تَخۡتَانُوۡنَ اَنۡفُسَکُمۡ فَتَابَ عَلَيۡكُمۡ وَعَفَا عَنۡكُمۡۚ فَالۡـــٰٔنَ بَاشِرُوۡهُنَّ وَابۡتَغُوۡا مَا کَتَبَ اللّٰهُ لَـكُمۡ وَكُلُوۡا وَاشۡرَبُوۡا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الۡخَـيۡطُ الۡاَبۡيَضُ مِنَ الۡخَـيۡطِ الۡاَسۡوَدِ مِنَ الۡفَجۡرِ‌ؕ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيۡلِ‌ۚ وَلَا تُبَاشِرُوۡهُنَّ وَاَنۡـتُمۡ عٰكِفُوۡنَ فِى الۡمَسٰجِدِؕ تِلۡكَ حُدُوۡدُ اللّٰهِ فَلَا تَقۡرَبُوۡهَا ؕ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُوۡنَ

Uhilla lakum laylatas Siyaamir rafasu ilaa nisaaa'ikum; hunna libaasullakum wa antum libaasullahunn; 'alimal laahu annakum kuntum takhtaanuuna anfusakum fataaba 'alaikum wa 'afaa 'ankum fal'aana baashiruu hunna wabtaghuu maa katabal laahuu lakum; wa kuluu

Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187).

Pendapat dalam surah di atas kemudian diperjelas dengan hadis dari Anas Ibnu Malik dari Zaid Ibnu Tsabit RA:

“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat. Kami bertanya pada Anas tentang berapa lama antara selesainya makan sahur mereka berdua dan waktu melaksanakan shalat Shubuh. Anas menjawab, ‘Yaitu sekitar seseorang membaca 50 ayat (Al-Qur’an).’ (HR. Bukhari no. 1134 dan Muslim no. 1097).

Dari Surah Al Baqarah 187 dikatakan bahwa imbauan untuk menahan diri supaya tidak makan dan minum lagi ketika sudah azan Subuh.

Sedangkan, dalam hadis dari Anas Ibnu Malik dari Zaid Ibnu Tsabit RA disebutkan adanya waktu tenggang antara sahur dan azan berkisar 50 bacaan ayat Al Qur’an.

Tenggang waktu antara sahur dan azan subuh inilah yang menjadi sebab munculnya imsak yang berupa perkiraan waktu untuk membaca 50 ayat Al-Quran sebelum azan Subuh.

Menurut pendapat Muhammadiyah, adanya istilah imsak 10 menit seperti tercantum dalam Kalender Muhammadiyah itu belum dapat divonis sebagai suatu bidah.

Kalaupun mau dikatakan bidah adalah hanya dari segi bahasa bukan segi syar’i, karena praktik seperti itu tidak ada pada masa Rasulullah SAW maupun masa sahabat.

Dikutip dari laman Kemenag Kepri (2020), bidah menurut bahasa adalah segala sesuatu yang baru dan belum pernah ada sebelumnya.

Kemudian, Muhammadiyah menambahkan bahwa imsak di Indonesia hanya bagian dari kehati-hatian (ihtiyat) bukan berupa larangan untuk makan dan minum dalam waktu 10 menit tersebut.

Perkataan ini dimaksudkan sebagai peringatan rambu-rambu akan selesainya waktu sahur dan yang begini tidak dilarang dalam kacamata syara’.

Dalam buku Taisirul Alam syarah dari kitab Umdatul Ahkam, terkait fatwa bidah pada jadwal imsak bersifat berlebihan dan rasa khawatir yang tidak beralasan.

Sehingga, Muhammadiyah kurang setuju karena dalil yang disertakan terkait fatwa pada buku di atas tidak kuat.

Baca juga artikel terkait JADWAL IMSAK atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno