tirto.id - Umat Islam disunahkan melaksanakan salat tarawih sebagai bagian dari ibadah yang dikerjakan pada bulan Ramadan.
Menurut versi Muhammadiyah, terdapat dua formasi salat tarawih yang bisa dipakai oleh warga Persyarikatan.
Dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Wakil Ketua Lembaga Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Agus Tri Sundani menjelaskan ada dua alternatif formasi rakaat dalam melangsungkan salat tarawih, yaitu sebagai berikut;
1. Formasi Tarawih 4-4-3
Pilihan pertama, Muhammadiyah menggunakan formasi 4-4-3 berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibunda ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang berbunyi,
“Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah melakukan salat sunah pada Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. Kemudian, beliau salat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau salat lagi tiga rakaat (witir).”
Yang mana, rakaat pertama witir baca Surat Al-A’la, rakaat kedua Al-Kafirun, dan rakaat ketiga baca Al-Ikhlas. Atau bisa tiga qul itu (Al Ikhlas, Al Falaq, An-Nas).
2. Formasi Tarawih 2-2-2-2-2-1
Pilihan kedua, Muhammadiyah memakai formasi 2-2-2-2-2 ditambah satu witir berdasarkan hadis riwayat Muslim dari sahabat Ibn Abbas yang berbunyi,
“Aku berdiri di samping Rasulullah, kemudian Rasulullah meletakkan tangan kanannya di kepalaku dan dipegangnya telinga kananku dan ditelitinya, lalu Rasulullah salat dua rakaat kemudian dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, dan kemudian dua rakaat, selanjutnya Rasulullah salat witir, kemudian Rasulullah tiduran menyamping sampai Bilal menyerukan azan. Maka bangunlah Rasulullah dan salat dua rakaat singkat-singkat, kemudian pergi melaksanakan saalat subuh.”
Karena Muhammadiyah membandingkan hadis-hadis tersebut, maka pilihan yang dipilih oleh Tarjih Muhammadiyah adalah dua formasi tadi.
“Jadi warga Muhammadiyah bisa memilih salah satu dari dua tadi karena itu tanawu’ ibadah. Pilihan dalam ibadah,” ungkap Agus.
Waktu salat tarawih sendiri dimulai bada isya sampai munculnya fajar. Ada yang dikerjakan awal waktu yaitu bada sya, atau dikerjakan layaknya salat malam.
Tata Cara Melaksanakan Salat Tarawih
Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam HPT hal 346-354 menjelaskan bahwa kaifiyat(tata cara) qiyamul Ramadan atau salat tarawih adalah sebagai berikut:
1 Diawali dengan melaksanakan salat iftitah 2 rakaat (rakatain khofifatain).
2 Cara melaksanakan salat iftitah 2 rakaat, yaitu pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram membaca doa iftitah.
3. lalu membaca surah “al-Fatihah”.
4. Pada rakaat kedua hanya membaca “al-Fatihah”. Adapun bacaan lainnya seperti, bacaan pada waktu rukuk, sujud dan lainnya sama bacaannya seperti dalam salat biasa.
3. Pelaksanaan salat khafifatain yang dua rakaat tersebut sebagaimana halnya pelaksanaan 11 rakaat dapat dilakukan secara berjamaah.
4. Setelah itu, melaksanakan salat sebelas rakaat.
Tarawih di Masa Pandemi
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan panduan ibadah Ramadan di masa pandemi 1442 Hijriyah, salah satunya adalah himbauan salat tarawih di rumah.
Namun Muhammadiyah juga membolehkan diadakannya salat tarawih di masjid bagi daerah yang tidak memiliki kasus penularan COVID-19.
Dalam pelaksanaannya pun, salat tarawih harus mengindahkan enam syarat yaitu:
1) Shaf berjarak.
2) Memakai masker.
3) Jamaah masjid hanya terbatas bagi warga setempat.
4) Anak-anak, lansia, dan orang sakit dengan riwayat Komorbid tidak dianjurkan datang ke masjid.
5) Membawa peralatan salat sendiri dan melakukan protokol kesehatan sebelum masuk masjid.
6) Takmir memastikan masjid sesuai protokol kesehatan baik sebelum maupun sesudah ibadah tarawih.
Sementara itu, dikutip dari Channel Youtube Muhammadiyah, untuk para jamaah yang ingin melakukan salat tarawih di masjid diminta untuk tetap menggunakan masker, meski telah mengikuti prosedur vaksin.
Hal tersebut dilakukan demi mencegah penyebaran virus COVID-19. Selain itu, jumlah jamaah di masjid juga dibatasi sesuai dengan ketentuan protokol kesehatan.
Editor: Dhita Koesno