tirto.id - Apakah sholat tahajud setelah witir diperbolehkan? Bagaimana ketentuan dan aturan tahajud setelah sholat witir ini? Mungkin ini pertanyaan yang kerap Anda pikirkan, lantaran sabda Nabi yang mengatakan "Jadikanlah witir sebagai penutup salat malammu".
Shalat tahajud didirikan pada sepertiga malam terakhir setelah umat Islam terjaga dari tidurnya. Sementara itu, sepanjang bulan Ramadan, ada salat tarawih yang umumnya dikerjakan setelah salat isya.
Bagaimana meletakkan salat witir di antara salat tarawih dan tahajud? Apakah salat witir dapat dilakukan sebelum tahajud, ataukah harus dikerjakan setelah tahajud?
Salat witir adalah salat dengan jumlah rakaat ganjil yang dianjurkan untuk didirikan setelah salat sunah lain pada malam hari. Diriwiyatkan, Nabi saw. bersabda, "Jadikanlah witir sebagai penutup salat malammu".
Sementara itu, diriwayatkan, Ali bin Abi Thalib berkata, ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "tidak ada 2 witir dalam satu malam".
Bolehkah Sholat Tahajud Setelah Witir?
Pada bulan-bulan di luar Ramadan, mendirikan salat witir cenderung tidak akan menimbulkan pertanyaan, karena seseorang akan mengerjakan salat itu setelah tahajud. Namun, pada saat Ramadan, ada salat tarawih yang umumnya dikerjakan setelah salat isya.
Dengan merujuk pada riwayat dari Ali bin Abi Thalib tersebut, maka pilihan umat Islam adalah mengerjakan salat witir sebelum tahajud atau sesudahnya, karena tidak ada pengerjaan 2 witir dalam satu malam.
Terkait hal ini, dalam dalam 30 Fatwa Seputar Ramadhan (terjemahan Ustaz Abdul Somad), disebutkan terdapat riwayat, "Siapa yang khawatir tidak dapat terbangun pada akhir malam, maka hendaklah ia melaksanakan salat witir pada awal malam.
"Siapa yang sangat ingin bangun tengah malam, maka hendaklah ia melaksanakan salat witir pada akhir malam, karena salat pada akhir malam itu disaksikan (para malaikat) dan itu lebih utama.”
Berdasarkan riwayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa salat tahajud usai mengerjakan salat witir adalah hal yang boleh dilakukan.
Ini berdasar dari perintah untuk menjadikan salat witir sebagai penutup malam hanya sebatas perintah bersifat anjuran, bukan kewajiban.
Namun hendaknya umat Muslim tetap menempatkan salat witir sebagai penutup malam, jika sebelumnya telah mempunyai niat untuk melaksanakan salat tahajud.
Apakah setelah witir boleh tahajud?
Adapun jika sudah melakukan salat witir terlebih dulu, seperti biasa berlaku pada bulan Ramadan (witir ditempatkan usai tarawih berjamaah), maka yang bersangkutan tidak perlu mengulang witir selepas tahajud.
Dikutip dari artikel “Shalat Tahajud Setelah Shalat Witir, Bolehkah?” oleh Ali Zainal Abidin dalam laman resmi NU Online, disebutkan, Syekh Muhammad bin Abdurrahman dalam Rahmah al-Ummah menyebutkan, apabila seseorang telah melaksanakan shalat witir kemudian ia hendak bertahajud, maka shalat witir tidak perlu diulang menurut qaul ashah dari mazhab Syafi’i dan Mazhab Abi Hanifah".
Keutamaan Salat Witir dan Tahajud
Anjuran melaksanakan salat tahajud dapat ditemukan dalam Al-Quran, surat Al-Isra ayat 79:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوداً
Artinya: "Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji," (QS. Al-Isra: 79).
Adapun witir merupakan ibadah salat sunah dengan jumlah rakaat ganjil, dan disebut sebagai salat sunah penutup malam. Anjuran salat witir banyak terdapat dalam hadis, salah satunya sebagai berikut:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
Artinya: "Jadikan salatmu yang paling akhir di waktu malam berupa salat witir," (HR Bukhari dan Muslim).
Bacaan Doa Shalat Tahajud
Allâhumma rabbana lakal hamdu. Anta qayyimus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta malikus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta nûrus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu antal haq. Wa wa‘dukal haq. Wa liqâ’uka haq. Wa qauluka haq. Wal jannatu haq. Wan nâru haq. Wan nabiyyûna haq. Wa Muhammadun shallallâhu alaihi wasallama haq. Was sâ‘atu haq.
Allâhumma laka aslamtu. Wa bika âmantu. Wa alaika tawakkaltu. Wa ilaika anabtu. Wa bika khâshamtu. Wa ilaika hâkamtu. Fagfirlî mâ qaddamtu, wa mâ akhkhartu, wa mâ asrartu, wa mâ a‘lantu, wa mâ anta a‘lamu bihi minnî. Antal muqaddimu wa antal mu’akhkhiru. Lâ ilâha illâ anta. Wa lâ haula, wa lâ quwwata illâ billâh.
Artinya, "Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau penegak langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar. Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata. Neraka pun demikian. Para nabi itu benar. Demikian pula Nabi Muhammad SAW itu benar. Hari Kiamat itu benar.
"Ya Tuhanku, hanya kepada-Mu aku berserah. Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah. Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan yang kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui daripada aku. Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada daya upaya dan kekuatan selain pertolongan Allah."
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani