Menuju konten utama

Penjelasan Kemenkop soal Pemisahan E-Commerce dan Media Sosial

Kemenkop UKM menyatakan, apabila memiliki media sosial dan e-commerce maka perlu didaftarkan dalam dua Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).

Penjelasan Kemenkop soal Pemisahan E-Commerce dan Media Sosial
Ilustrasi TikTok. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pemerintah secara tegas ingin memisahkan e-commerce dan media sosial di platform TikTok. Sebab, dengan berjalannya social commerce di TikTok dinilai merugikan pasar UMKM lokal.

Terkait hal tersebut, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menyatakan, bahwa apabila memiliki media sosial dan e-commerce maka perlu didaftarkan dalam dua Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang berbeda dan mematuhi aturan yang berlaku.

Hal itu sebagaimana disampaikan dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) adalah Pelaku Usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi Perdagangan, dengan Model bisnis PPMSE dalam negeri dan PPMSE luar negeri dapat berupa, Retail Online, Lokapasar (Marketplace), Iklan Baris Online, Pelantar (Platform) Pembanding Harga, Daily Deals, dan Social-Commerce.

"Semua model tersebut wajib mematuhi aturan yang berlaku, terkait izin usaha, perpajakan, pelaporan dan lain-lain. Saat ini revisi peraturan tersebut sudah menyelesaikan proses harmonisasi dan sedang menunggu proses lanjutan," ucap Asdep Pembiayaan dan Investasi UKM Temy Satya Permana saat dihubungi Tirto, Jakarta, Senin (18/9/2023).

Selain itu, soal wacana pemerintah ingin menghapus TikTok Shop di Indonesia karena telah memangsa pasar lokal, Temy menjawab pemerintah telah menyusun kebijakan untuk mewujudkan ekosistem bisnis yang sehat, perlindungan bagi produsen yaitu koperasi, pelaku usaha dalam negeri, dan UMKM. Perlindungan bagi konsumen untuk keamanan produk serta pelaku lokapasar dalam negeri.

"Kemenkop UKM berharap TikTok Shop dapat mengikuti regulasi yang berlaku, melindungi UMKM Indonesia, serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat," jelasnya.

Menurut Temy, transformasi digital yang ideal dapat mendorong pertumbuhan seluruh UMKM, koperasi, dan pelaku usaha dalam negeri serta tidak membunuh sektor usaha yang lain. Lalu, diperlukan juga kebijakan yang kuat dan pengawasan yang baik.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memberikan sinyal bakal melarang TikTok Shop di Indonesia. Dia pun menuturkan persoalan larangan tersebut akan dibahas bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Praktikno.

"Saya nanti akan rapat di Mensesneg jam setengah 4, membahas termasuk revisi permendag 50, juga apakah kita larang aja ya atau gimana ya, ini akan dibahas nanti," ucap Zulhas saat ditemui di Hotel Harris Vertu, Jakarta, Senin (11/9/2023).

Lebih lanjut, dia menjelaskan seharusnya TikTok tidak merangkap media sosial dan social commerce. Dia mengklaim dengan adanya social commerce di Indonesia peredaran barang lokal atau UMKM kalah bersaing dengan produk impor.

"Izinnya enggak boleh satu. Dia media sosial jadi social commerce, itu mati dong yang lain. Ini diatur. Kemudian standar barang, masa di sini ada standar SNI, terus di luar bablas gitu saja harus bisa diatur juga, sama aturanya, asal usul barang, standarnya," ungkapnya.

Tidak hanya itu, dia juga mengakui mendapatkan banyak laporan soal serbuan barang impor masuk ke Indonesia yang mempunyai harga lebih murah. Para UMKM sampai tidak sanggup menyaingi banyaknya barang impor tersebut.

"Ini memang diatur, banyak sekali yang datang ke saya. Beauty datang, UMKM datang, fesyen juga datang katanya diserbu besar-besaran dari luar sekarang. Jadi ini akan kita tata lagi ini, lagi ditata," terangnya.

Sementara itu, terkait revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, Zulhas enggan membeberkan kapan revisi permendag tersebut akan dilakukan.

Baca juga artikel terkait SOCIAL COMMERCE atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang