Menuju konten utama

Penjelasan Dirut Jakpro soal Pembangunan Hotel Bintang Lima di TIM

Dirut Jakpro Dwi Wahyu Daryoto merespons polemik rencana pembangunan hotel berbintang lima dalam program revitalisasi TIM.

Penjelasan Dirut Jakpro soal Pembangunan Hotel Bintang Lima di TIM
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) didampingi Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Daryoto (tengah) dan perwakilan Budayawan Salim Said (kanan) melihat maket proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Rabu (3/7/2019). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

tirto.id - Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Daryoto merespons polemik rencana pembangunan hotel berbintang lima dalam program revitalisasi Taman Ismail Marzuki.

Wahyu mengatakan, hotel yang banyak dipermasalahkan para seniman dan budayawan itu adalah gedung bernama Wisma TIM yang akan dibangun Jakpro.

Nama Wisma TIM datang dari arsitek perancang revitalisasi TIM, Andra Matin.

"Galeri seni ada di lantai satu dan dua, kemudian Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin ada di lantai tiga dan empat. Hotelnya ada di atas itu semua. Jadi enggak makan ruangan. Padahal ini semua sinergi," kata Wahyu saat ditemui di kantor Jakpro, Thamrin City, Senin (25/11/2019) siang.

Menurut Wahyu, Jakpro tak pernah mengubah desain awal revitalisasi TIM serta menambahkan pembangunan hotel seperti yang dituding para seniman tersebut.

"Jakpro enggak mengubah. Mungkin desain awalnya seperti itu, tapi perkembangan zaman dan waktu kita diskusi, bagaimana nanti kalau sudah modern kaya begini, sistem pembiayaannya bagaimana? Perawatannya bagaimana?," ujarnya.

"Sehingga beliau [Andra Matin] bisa menerima adanya desain ide-ide melakukan optimalisasi, bukan komersialisasi," kata Wahyu.

Wahyu menilai, masterplan yang terintegrasi dengan revitalisasi Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin tersebut mendesak untuk direalisasikan. Sebab, saat ini keadaan bangunan tersebut sangat berantakan dan mempersulit publik jika ingin mencari-cari dokumen sastra di dalamnya.

"Ini yang akan kita revitalisasi. Desain Andre Martin. Bayangkan kalau ada orang yang mau melakukan pameran seni atau riset di PDS HB. Jassin, mereka akan menginap di sini [Wisma TIM]. Rencana ada 200 kamar. Dan setiap kamar ada lukisan-lukisan seniman TIM," katanya.

Wahyu mengklaim bahwa revitalisasi TIM yang sedang digarap pihaknya tak akan menghilang fasilitas-fasilitas seni dan pengetahuan yang telah ada, salah satunya planetarium yang bahkan ada direvitalisasi dan dimodernkan.

"Bahkan yang tadinya [sempat] ada dan sudah tidak ada, sekarang akan diadakan lagi. Contohnya Teater Arena," tutur Wahyu.

Selain Wisma TIM, Jakpro juga berencana akan membangun ulang Wisma Seni. Sebelumnya Wisma Seni berbentuk villa-villa yang memakan banyak tempat dan telah dibongkar. Untuk berikutnya, kata Wahyu, Wisma Seni akan dibangun ke atas layaknya hotel.

"Untuk tempat menginap para seniman. Bentuknya meninggi sehingga tidak mengganggu ruang terbuka hijau. Adalah nanti memang setara bintang dua atau tiga. Ini tempatnya seniman-seniman itu dulu ada. Sekarang diadakan lagi," katanya.

"Apakah tarifnya kemahalan? Itu nanti kita diskusikan. Apa seniman nginep di sini diskon 50 persen? Bisa. Tapi butuh dialog. Yang penting fasilitasnya dulu ada," lanjutnya.

Proyek revitalisasi TIM sudah dimulai sejak Juli 2019. Total anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp1,8 triliun. Pemprov DKI sudah mengantongi anggaran yang bersumber dari APBD 2019 sebesar Rp200 miliar. Sisanya, diajukan dalam rancangan anggaran 2020 dan 2021.

Baca juga artikel terkait REVITALISASI TIM atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Hendra Friana