tirto.id - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengeluhkan masalah ketersediaan gas bagi industri. Hariyadi bilang saat pengusaha tengah kesulitan pasokan, pemerintah saat ini masih mempertahankan ekspor gas dalam jumlah cukup tinggi.
"Kalau di Thailand gas itu disediakan dulu lokal baru ekspor. Thailand kepentingan industri nasional didahulukan. Kita kan, enggak. Gas di dalam negeri enggak dicukupi," ucap Hariyadi kepada wartawan saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jumat (5/12/2019).
Hariyadi menyatakan selain kesulitan pasokan, mereka juga masih keberatan mengenai harga. Ia meminta agar pemerintah terus mengupayakan agar harga gas bisa cukup kompetitif. Belum lagi masalah ini katanya sudah terjadi menahun dan tak pernah selesai.
"Kita evaluasi semuanya. Pendalaman industri perlu diupayakan harga kompetitif. Kami enggak minta macam-macam kok hanya minta kompetitif," ucap Hariyadi.
Pada Kamis (5/12/2019), keluhan atas pasokan gas juga disampaikan Dirut PT Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat. Kepada Komisi VII DPR, Asikin bilang mereka terancam tidak bisa beroperasi karena mayoritas pasokan gas berakhir pada 2021-2022. Masalahnya mereka perlu pasokan lebih untuk bertahan secara jangka panjang.
Asikin mencontohkan, PT Pupuk Iskandar Muda memiliki dua pabrik dengan kebutuhan gas sampai 110 MMSCFD, tetapi hanya memiliki alokasi gas 30 MMSCFD sehingga hanya satu pabrik saja yang beroperasi. Belum lagi gas berkontribusi pada 70 persen dari biaya produksi.
"Jika tidak dijalankan maka mulai 2020 dua pabrik di Iskandar Muda ini tidak bisa jalan," ucap Asikin di DPR RI.
Menurut Data BPS, pemerintah setidaknya melakukan ekspor gas ke 9 negara utama dan sejumlah kecil pada beberapa negara lainnya. Ke-9 negara itu adalah Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Thailand, Filipina, Malaysia, Australia, Singapura, dan Hongkong.
Per 7 Oktober 2019, nilai ekspor tertinggi ditujukan kepada Singapura. Per 2017 dan 2018 saja banyaknya mencapai 7.653,2 dan 7.496,2 ribu ton.
Pemerintah juga memiliki wacana untuk menyetop ekspor gas Indonesia ke Singapura yang dipasok dari Blok Corridor di Sumatra Selatan per 2023. Komisi VII DPR RI pun meminta rencana itu dipercepat.
Namun, Plt. Direktur Jenderal Migas, Kementerian ESDM, Djoko Siswanto menyatakan rencana penyeimbangan antara ekspor dan kebutuhan domestik sudah mulai dilakukan sejak 2012.
Ia mencontohkan antara ekspor dan impor sudah seimbang masing-masing 50 persen. Ekspor gas dalam bentuk liquid natural gas (LNG) dari lapangan gas Bontang Kalimantan Timur juga berhenti di 2021. Pemerintah katanya memahami kebutuhan industri pupuk per 2022.
Namun ada penurunan penerimaan negara cukup signifikan, padahal di saat yang sama pemerintah ingin menekan defisit neraca migas.
"Problemnya adalah, ekspor ke Singapura itu harganya 10 dolar AS per Million British thermal units (mmbtu). Pupuk maksimal harganya 6 dolar AS per mmbtu. Ada kekurangan penerimaan negara disitu. Apakah ini mau dijadikan penerimaan negara atau untuk pupuk," ucap Djoko dalam paparannya di DPR RI, Kamis (5/12/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan