tirto.id - Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berlangsung beberapa waktu belakangan tak akan berdampak buruk bagi industri maupun perekonomian.
Perry menjelaskan penguatan nilai tukar saat ini masih terkendali dan sejalan dengan fundamental perekonomian Indonesia dan mekanisme pasar dunia.
“Pengaruh dari nilai tukar itu di Indonesia itu berbeda dengan negara lain. Penguatan nilai tukar di Indonesia itu memang bisa mendorong investasi dalam negeri. Neraca pembayaran juga masih surplus,” ucap Perry dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (22/1/2020).
Di pasar spot kurs rupiah terhadap dolar memang masih konsisten mengalami penguatan sejak 3 Januari lalu. Data Bloomberg menunjukkan, Selasa (21/1/2020) rupiah menguat 45 poin atau 0,33 persen menjadi Rp13.650 per dolar AS dari posisi hari sebelumnya Rp13.695 per dolar AS.
Selain stabilnya aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik, industri dalam negeri juga masih diuntungkan dengan penguatan mata uang garuda.
Salah satunya, industri yang membutuhkan bahan baku dari impor lantaran harganya jadi makin murah.
Perry juga memastikan penguatan rupiah tak akan merugikan eksportir terutama yang bergerak di bidang manufaktur. Sebab hal tersebut dapat diimbangi dengan penurunan harga bahan baku dari impor.
“Kalau manufaktur itu ekspornya juga terkait impor tinggi. Sekarang terlihat ekspor manufaktur meningkat,” ucap Perry.
Perry juga menyampaikan bahwa eksportir bahan baku menyumbang pendapatan pajak dan bea keluar seperti komoditas tambang dan perkebunan tidak terlalu terpengaruh penguatan rupiah.
Menurutnya pengaruh dominan ekspor komoditas masih berasal dari harga pasaran yang cenderung fluktuatif. “Ekspor komoditas tidak terlalu sensitif terhadap perlemahan rupiah, lebih ke harga komoditas dan permintaan luar negeri,” ucap Perry.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana