tirto.id - Jurnalis olahraga senior, Budiarto Shambazy, berkata penghancur dokumen—yang diduga terkait kasus pengaturan pertandingan (match-fixing)—"mirip seperti mafia." Dokumen yang dimaksud ditemukan oleh penyidik Satgas Anti-Mafia Sepakbola di bekas kantor PT Liga Indonesia di Kuningan, Jakarta, Jumat (1/2/2019) kemarin.
Berdasarkan keterangan saksi, itu adalah dokumen keuangan Persija, pemenang Liga 1 2018.
Penghancur dokumen adalah seorang staf. Tapi bukan dia yang punya inisiatif. Siapa pihak yang memerintah staf itulah yang sedang didalami polisi.
Kasus seperti ini belum pernah ada presedennya dalam sejarah sepakbola Indonesia, kata Budiarto. Ia merasa aneh sebab dokumen hilang di kantor lembaga yang mengurusi soal sepakbola. "Ini induk organisasi, bukan organisasi gelap," tambahnya.
Ia pun berharap manajemen Persija masih memiliki salinan dokumen agar kerja-kerja satgas tak terganggu.
COO Persija, Muhammad Rafil, tak memberikan jawaban apa-apa ketika kami tanya baik soal isi dokumen atau salinannya. Ia hanya mengatakan kalau soal ini akan diinformasikan malam nanti.
Potensi Pidana
Menurut profesor hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Muzakir, pelaku perusakan dokumen mungkin dijerat pidana, dengan syarat yang dihancurkan itu memang merupakan bagian dari barang bukti perkara.
"Kalau dokumen itu terkait dengan suap sepakbola, tindak pidananya itu adalah delik penghilangan barang bukti," kata Muzakir kepada reporter Tirto.
Penghilangan barang bukti diatur dalam Pasal 233 KUHP. Isi pasal sebagai berikut: "Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat, atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Perkara masih ada kaitan dengan barang bukti atau tidak itulah yang sedang didalami polisi. Ketua Tim Media Satgas Anti-Mafia Sepakbola, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan itu. Ia juga bilang mereka belum tahu ada motif apa di balik perusakan dan siapa aktor intelektualnya. Sampai hari ini (6/2/2019) semua masih didalami.
"Saat ini mereka [saksi] belum diperiksa. Jadi kami belum tahu [jenis dokumen, pelaku, dan motif]," ujar Argo.
Salah satu contoh kasus perusakan barang bukti adalah perobekan beberapa halaman 'buku merah'. Itu adalah catatan keuangan terpidana suap impor daging sapi Basuki Hariman yang disita KPK. Buku tersebut memuat informasi penting berupa dugaan aliran dana dari Basuki ke sejumlah pejabat negara, termasuk Kapolri Tito Karnavian, saat masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
Buku itu sendiri disita berdasarkan perintah dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Penggeledahan ini adalah pengembangan dari laporan mantan Manajer Persibara Banjarnegara, Lasmi Indaryani, soal mafia pengaturan skor.
Dalam acara Mata Najwa episode 'PSSI Bisa Apa? Jilid 2' yang ditayangkan Rabu (19/12/2018) malam, Lasmi bercerita kalau dia sudah banyak mengeluarkan uang untuk mafia, namun hasil yang didapat timnya tak pernah seperti yang dijanjikan.
Dalam program Mata Najwa pula Kapolri Tito Karnavian mengatakan akan membentuk satgas. Satgas ini dibentuk berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor 3678 bertanggal 22 Desember 2018. Satgas berisikan 145 personel, diketuai Brigjen Pol Hendro Pandowo dan wakil Brigjen Pol Khrisna Murti.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih