tirto.id - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai tidak etis saat pemerintah melakukam pengecatan ulang pesawat kepresidenan Indonesia-1 saat pandemi COVID-19 belum berakhir. Apalagi pengecatan pesawat itu menghabiskan anggaran mencapai Rp2 miliar.
"Jangan buang-buang uang untuk pengecatan pesawat. Padahal rakyat sedang susah," ujar Ujang kepada Tirto, Selasa (3/8/2021).
Selama ini Presiden Joko Widodo menggunakan pesawat kepresidenan jenis Boeing Business Jet (BBJ) 2 tipe 737-800. Pesawat BBJ 2 itu dipesan pada 2011 namun baru digunakan sebagai pesawat kepresidenan Indonesia mulai 2014 atau tahun terakhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pengecatan pesawat BBJ 2 sudah direncanakan sejak 2019, untuk merayakan Hari Ulang Tahun ke-75 RI pada 2020. Namun baru terealisasi saat ini, sebab pada 2020 BBJ 2 tengah memasuki jadwal perawatan rutin, sehingga pengecatan dialihkan ke pesawat lain.
Namun menurut Ujang mestinya rencana tersebut dihentikan terlebih dahulu. Sebab tak memiliki urgensinya dalam kondisi pandemi Covid-19 sekarang.
"Rakyat sedang kesulitan dan banyak yang tak bisa makan, maka mestinya ditunda dulu. Jangan dilakukan dulu. Anggarannya dialihkan untuk rakyat yang terdampak pandemi," ujar Ujang.
Sebelumnya Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan waktu pengecatan pun lebih efisien karena dilakukan bersamaan dengan proses perawatan Check C sesuai rekomendasi pabrik.
Perawatan dan pengecatan pun dilakukan di dalam negeri, demi mendukung industri penerbangan dalam negeri yang terdampak pandemi.
"Perlu kami jelaskan bahwa alokasi untuk perawatan dan pengecatan sudah dialokasikan dalam APBN. Selain itu, sebagai upaya untuk pendanaan penanganan COVID-19, Kementerian Sekretariat Negara juga telah melakukan 'refocusing' anggaran pada APBN 2020 dan 2021 sesuai dengan alokasi yang ditetapkan Menteri Keuangan," ujar Heru.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto