tirto.id - Pengamat menilai, Deklarasi Bangkok mengenai komitmen untuk memerangi tindak pidana pencurian ikan (IUU Fishing) yang dicetuskan negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan Jepang merupakan perangkat yang tepat untuk memperkuat diplomasi Indonesia guna mengatasi hal tersebut.
"Deklarasi Bangkok memberi manfaat kesepakatan diplomatik secara bilateral Indonesia," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim, di Jakarta, Senin (8/8/2016).
Menurut Abdul, manfaat diplomatik tersebut akan semakin terasa apabila kesepakatan dengan negara-negara di Asia Tenggara maupun dengan negara-negara non-ASEAN bisa berjalan saling melengkapi dan menguatkan.
Sebaliknya, lanjut Abdul, bila upaya diplomatik pemerintah Indonesia lemah maka Deklarasi Bangkok tidak akan bermakna apa-apa.
Untuk itu, ujarnya, peran penting yang bisa diambil RI adalah mendorong percepatan perundingan bilateral dengan 10 negara Asia Tenggara guna mengatasi tindak pidana penangkapan ikan secara ilegal.
Deklarasi tersebut merupakan hasil dari Konsultasi Tingkat Tinggi Kerja Sama Regional dalam Pembangunan Perikanan Berkelanjutan Menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Bangkok, Thailand, pada tanggal 3 Agustus 2016 lalu.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh pejabat tinggi negara anggota ASEAN, di mana Indonesia diwakili oleh Staf Ahli Menteri Bidang Kebijakan Publik KKP Achmad Poernomo selaku Ketua Delegasi RI.
Pertemuan bertujuan untuk menunjukkan kesungguhan negara anggota ASEAN dan Jepang dalam upaya bersama memerangi praktik penangkapan ikan yang tidak sah, tidak dilaporkan dan tidak diatur, serta meningkatkan daya saing ikan dan produk perikanan.
Dalam acara tersebut, Achmad mempertegas dukungan penuh Indonesia terhadap deklarasi dan menyatakan tidak ada kompromi dalam memerangi IUU Fishing.
Dia juga menyampaikan upaya-upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk memberantas IUU Fishing melalui pembentukan Satgas (Satuan Tugas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal, penertiban kapal ikan eks-asing yang beroperasi di Indonesia, pelarangan transhipment, pelarangan trawler atau cantrang, penenggelaman 176 kapal ikan pelaku pencurian ikan, dan berpartisipasi aktif pada forum regional dan internasional pemberantasan IUU Fishing.
"Indonesia juga telah meratifikasi FAO Port State Measure Agreement, dimana pelabuhan perikanan akan diberdayakan untuk mengawasi praktik IUU Fishing, sehingga kapal pelaku IUU Fishing tidak mendapatkan akses untuk mendaratkan hasil tangkapannya," ujar Achmad.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara