tirto.id - Daddin ingin berlibur ke Pulau Tidung bersama 12 anggota keluarganya. Bersama istri, cucu, dan menantu, ia menumpang kapal motor KM Zahro Express untuk menuju Pulau Tidung Kepulauan Seribu via Muara Angke. Namun, bukan pengalaman menginjakkan kaki di Pulau Tidung yang ia rasakan, ia justru terpaksa melompat dari kapal motor bersama cucunya. Ia selamat dengan tujuh anggota keluarganya, sementara lima lainnya yaitu dua anak, dua menantu, dan seorang cucu masih dalam pencarian.
Baru 15 menit kapal lepas landas dari Pelabuhan Muara Angke, ia mendengar suara orang berteriak, “Pakai pelampung, pakai pelampung!” Daddin mendengar teriakan itu, namun belum mengerti kenapa harus pakai pelampung?
"(Saat) lihat ke belakang sudah ada asap gelap," ujar Daddin yang didampingi adiknya Ayuddin (57), di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin, (2/1/2016), kepada Antara.
Ia pun panik, memikirkan keluarga dan keselamatan dirinya sendiri.
"Saya enggak nolongin siapa-siapa, istri saya sudah ke mana, udah enggak tahu, mau keluar," sambung dia.
Sebelum melompat, laki-laki paruh baya asal Lembang, Bandung, itu bertemu dengan Hendra, putranya yang datang menyerahkan cucunya, Reffano (3). Daddin kemudian meloncat bersama Reffano, sementara Hendra mencari keluarga yang lain.
"Sampai di atas ketemu sama cucu saya yang perempuan," ungkap Daddin.
Keadaan Kapal KM Zahro Express
Peristiwa itu mengundang perhatian masyarakat luas, salah satunya novelis Okky Madasari. Melalui laman Facebook, Minggu (1/1/2017) Pukul 19:44 WIB menulis, “Sedih sekali membaca berita kapal tujuan Pulau Tidung terbakar siang tadi, 23 orang meninggal & 17 orang hilang. [...]”
Rupanya Okky juga punya pengalaman jalan-jalan ke Pulau Tidung menumpang kapal, walau bukan menumpangi Zahro Express. Pertama kali ia ke sana pada tahun 2007. Melihat berita Zahro Express terbakar, ia jadi ingat dengan pengalaman berliburnya.
Kepada Tirto ia bertutur, “Saya naik kapal dari Muara Angke. Naik kapal penumpang dari kayu, bermesin. Waktu itu saya menuju ke Pulau Pramuka, kapalnya lebih kecil daripada kapal ke Pulau Tidung atau ke Pulau Harapan.”
Tarif kapal dari Muara Angke saat ia pertama kali ke sana sebesar Rp25.000. Sekarang sudah Rp50.000 per orang. Okky menggambarkan, kondisi kapal yang ditumpanginya sudah tua.
“Terlihat sekali usia sudah tua. ... Penumpang juga tak diberi tahu di mana tempat life vest,” katanya.
Penggambaran tentang kondisi kapal Zahro Express lebih jelas lagi diceritakan oleh Oki Haris yang sempat berkunjung ke Pulau Tidung menumpang Zahro Express pada 15-16 Oktober 2016. Ia berlibur ke Pulau Tidung bersama istri dan dua anak bawah lima tahun (balita) dengan memanfaatkan tawaran paket wisata dari biro jasa perjalanan.
“Kami menaiki kapal Zahro Express di dek atas (pada jam keberangkatan),” kata Oki Haris, seorang guru yang mengajar di daerah Bogor.
Perjalanan menuju salah satu destinasi wisata nasional itu ternyata tak sesempurna yang dibayangkannya. Ia masih ingat, untuk masuk ke dalam ruang dek atas kapal Zahra Express itu harus membungkuk karena atapnya pendek. Menurutnya kapal itu merupakan kapal kayu berlapis fiber.
Ia mempertanyakan kenapa rombongannya dipisah. Semestinya karena telah mengambil paket wisata, ia dan rombongannya yang berjumlah 150 orang sudah dibookingkan satu kapal. Kenyataannya tidak. Sebelum berangkat, kapal diisi penuh oleh penumpang reguler.
“Kami menunggu sekitar dua jam baru Zahro Expres berangkat,” ungkap Oki Haris.
Selama menunggu, ia bisa merasakan AC di dalam kapal bagian dek atas itu tidak menyala, digantikan oleh kipas angin. Akan tetapi keberadaan tipas angin itu tak membantu karena ruangan kapal terisi penuh oleh penumpang sampai saling berdesakan, sehingga sebentar saja ia sudah merasa gerah. Perjalanan ke Tidung ditempuh dalam waktu 3 jam.
Singkat cerita, tibalah waktu untuk pulang. Sejak jam tujuh pagi, rombongannya sudah diminta agen travel untuk berada di dermaga. Namun ia tak menuruti, ia santai karena dijadwalkan berangkat Pukul 09.00 WIB. Barulah ketika sampai di dermaga dan dekat dengan kapal, ia menyadari mengapa agen travel memintanya datang dua jam lebih awal dari jadwal.
“Sampai dermaga, kami mendapati dek atas sudah terisi penuh. Kami akhirnya mengetahui bahwa agen meninta kami berangkat subuh dan pulang jam 7 agar dapat membooking kursi dek atas,” kisah Oki.
Karena keadaan sudah memaksa, terpaksa ia dan rombongan mengisi dek bawah. Sewaktu sudah berada di dalam kapal itu, muncullah perasaan khawatir. Dek bawah memiliki sebuah pintu keluar di depan dan dua pintu di belakang. Di kanan kiri terdapat jendela berbentuk lingkaran berdiameter 30 hingga 40 cm.
Akan tetapi, dengan penumpang yang berdesakan, jika terjadi kebakaran, penumpang akan saling berebut keluar. Ia ingat, dalam keadaan normal saja, butuh waktu 15 menit agar bisa keluar.
“Jika terjadi apa-apa dipastikan sulit keluar. Kami mencoba membuang rasa khawatir tersebut karena kami sudah lelah dan ingin segera pulang. Kami coba nikmati perjalanan,” paparnya. Tak lupa ia mengatakan di dek bawah terdapat ruang mesin, sehingga terasa pengap dan bising.
Pengalaman itu membuatnya dapat membayangkan kepanikan di dalam Zahro Express ketika terbakar. Menurutnya, dalam kepanikan, orang bisa memanfaatkan jendela sebagai jalan keluar, tapi jika tak ada alat untuk memecahkan kaca jendela, maka pintu menjadi satu-satunya sebagai jalan keluar.
“Bisa dibayangkan, jendela diameter 30 sampai 40 cm, bagaimana cara keluarnya? Kalau ada palu darurat tentu mudah keluar,” ujar Oki Haris.
Regulasi Kapal Penumpang
Oki saat itu sedang penasaran dengan Kepulauan Seribu, sehingga tak memperhatikan detail fasilitas. Ia mengaku mengikuti trip itu setelah seorang teman memperlihatkan tawaran paket wisata Kepulauan Seribu di internet.
“Teman menunjukkan harga-harga di internet, tidak tanya detail, soalnya penasaran Tidung dan harga murah,” akunya. Ia pun berangkat sesuai dengan jadwal.
Kepulauan Seribu yang sudah masuk ke dalam 10 tujuan wisata prioritas yang akan dikembangkan oleh pemerintah memang menarik. Jarak tempuhnya pun hanya 2-2,5 jam dari Jakarta. Aktivitas utama di Kepulauan Seribu adalah menjelajahi pesona pulau demi pulau memanfaatkan kapal nelayan. Selain itu, bisa juga dilakukan snorkeling dan diving.
Okky Madasari dan Oki Haris termasuk wisatawan yang tertarik dengan petualangan menjelajah pulau-pulau di Kepulauan Seribu itu. Setelah peristiwa kebakaran ini, Okky Madasari meminta pemerintah untuk berpikir menyediakan kapal penumpang publik modern dengan standar keamanan tinggi.
“Pemprov juga punya, kok, kapal-kapal besar, modern, tapi itu hanya dipakai untuk kepentingan Dinas Pemprov. Harusnya kapal penumpang seperti itu semua,” katanya.
Sedangkan Oki Haris mengisyaratkan agar pemerintah membuat regulasi yang memperhatikan keselamatan untuk penumpang. Minimal, harus ada palu di dekat jendela.
“Lebih aman kalau ada palu darurat, yang saat itu tidak saya lihat pada Kapal Zahro,” kata Oki Haris.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyarankan pengelolaan terminal penumpang pelabuhan harus dibenahi karena adanya manifes penumpang kapal yang tidak diketahui.
"Yang masih sering lalai selalu soal manifes dan ketersediaan instrumen keselamatan. Setiap kecelakaan kapal, sering terjadi manifes yang tidak sesuai," ujarnya kepada Antara.
Tak jauh beda dengan Oki Haris, Djoko mengungkapkan penyediaan instrumen keselamatan kapal masih diabaikan, padahal minimal di kapal apa pun harus tersedia pelampung, bahkan untuk kapal besar, harus ada petunjuk penyelamatan seperti saat naik pesawat.
"Meski kapal nelayan atau kapal pompong sekalipun harus ada pelampung, yang sering tidak sedia pelampung," kata Djoko.
Untuk menghindari insiden nahas terulang, ia berpendapat standar operasional (SOP) harus diperbaiki, awak kapal harus menerima pelatihan, kapal harus mendapat sertifikat dan semua kapal apa pun ukurannya diwajibkan dilengkapi dengan pelampung.
Selain itu, pengawasan regulasi dan penguatan sumber daya manusia (SDM) juga harus ditingkatkan karena regulasi transportasi laut dan udara sudah menggunakan standar internasional dan hampir semua aturan sudah dibuat Kementerian Perhubungan.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Zen RS