Menuju konten utama

Pengacara Sebut Roro Fitria Harusnya Dicek oleh Tim Asesmen Terpadu

Tidak ada pengecekan dari Tim Asesmen Terpadu membuat Roro Fitria dianggap sebagai pengedar karena terbukti membawa sabu 2,4 gram.

Pengacara Sebut Roro Fitria Harusnya Dicek oleh Tim Asesmen Terpadu
Aktris Roro Fitria memeluk kerabatnya seusai mengikuti sidang perkara penyalahgunaan narkoba dengan agenda pembacaan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/10/2018). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Kuasa Hukum Roro Fitria, Asgar Hasrat Sjarfi mengatakan seharusnya kliennya mendapatkan pengecekan dari Tim Asesmen Terpadu soal pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, dalam tahap pemeriksaan guna pengajuan rehabilitasi.

“Pembuktian bahwa Roro menyalahgunakan narkotika, seharusnya juga bisa menggunakan asesmen dari Tim Asesmen Terpadu, tidak usah Pusat Laboratorium Forensik [Puslabfor] Polri lagi,” kata Asgar ketika dihubungi Tirto melalui telepon, Jumat (19/10/2018).

Menurut dia, karena tidak adanya rangkaian itu menyebabkan Roro dianggap sebagai pengedar karena terbukti membawa sabu 2,4 gram. Sedangkan, setelah Puslabfor menimbang ulang berat, hanya ditemukan 1,4 gram sabu yang dimiliki artis tersebut.

Asgar berpendapat, Roro memiliki hak menggunakan Tim Asesmen Terpadu karena sudah diatur dalam Peraturan Bersama (Perber) tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi.

Perber itu dibuat oleh Mahkamah Agung (Nomor: 01/PB/MA/III/2014), Kementerian Hukum dan HAM (Nomor: 03 Tahun 2014), Kementerian Kesehatan (Nomor: 11/Tahun 2014), Kementerian Sosial (Nomor: 03 Tahun 2014), Kejaksaan Agung (Nomor: PER-005/A/JA/03/2014), Polri (Nomor: 1 Tahun 2014) dan Badan Narkotika Nasional (Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN).

Tim Asesmen Terpadu adalah tim yang terdiri dari tim dokter dan tim hukum yang ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan surat keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Propinsi, Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

“Jika itu [asesmen] diajukan dan dibolehkan, kami yakin Roro dianggap sebagai pengguna bukan pengedar narkotika,” ujar Asgar.

Dia melanjutkan, Roro kerap mengganti kuasa hukum, sehingga dalam tahap penyidikan, ia dianggap sebagai pengedar. Saat itu, Asgar belum menjadi kuasa hukum kliennya.

Jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menangkap Roro Fitria atas dugaan penyalahgunaan narkoba. Ia dicokok di kediamannya di daerah Ragunan, Jakarta Selatan, pada Rabu (14/2).

Pada penangkapan, kepolisian menyita buku tabungan dan bukti transfer Roro kepada WH, seorang penjual sabu. Roro mentransfer Rp5 juta kepada penjual dengan rincian Rp4 juta untuk pembelian sabu dan Rp1 juta untuk ongkos kirim.

Roro Fitria divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp800 juta pada Kamis (18/10/2018), karena terbukti melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam amar putusan yang dibacakan hakim ketua Iswahyu Widodo, jika Roro Fitria tidak sanggup membayar denda, maka ia akan dipidana penjara tiga bulan.

"[Majelis hakim] menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatukan," kata Iswahyu.

Roro Fitria telah ditangkap dan ditahan sejak Februari 2018, sehingga masa tahanannya berkurang sekitar delapan bulan.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dipna Videlia Putsanra