Menuju konten utama

Pengacara Klaim Ahok Dijerat Pasal 156 Tak Relevan

Penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Sirra Prayuna menilai tuntutan pasal 156 yang diarahkan kepada kliennya tidak relevan.

Pengacara Klaim Ahok Dijerat Pasal 156 Tak Relevan
Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (tengah) tiba di ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (25/4). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/kye/17

tirto.id - Penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Sirra Prayuna menilai tuntutan pasal 156 yang diarahkan kepada kliennya tidak relevan. Pasalnya, ia menilai jaksa tidak mampu memaparkan tentang definisi golongan dalam pasal 156 sebelum menuntut Ahok itu.

"Golongan yang harus dimaknai jelas, jaksa tidak menguraikan yang mana yang dimaksud," ujar Sirra usai persidangan di Aula Kementan, Jakarta, Selasa (25/4/2017).

Menurut Sirra, konteks golongan mengacu pada pasal 131 I.S. (Indische Staatsregeling). Pasal 131 berisi tentang ketentuan hukum yang berlaku untuk masing-masing golongan penduduk sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 163 IS.

Di sisi lain, pasal 163 IS berisi tentang pembagian penduduk di Hindia Belanda menjadi tiga Golongan penduduk, yaitu : Penduduk golongan Eropa, Penduduk golongan Timur Asing dan penduduk Golongan pribumi (Bumi Putera). Oleh karena itu, konteks golongan lebih mengarah kepada elit politik yang menganut paham kolonialisme, bukan umat Islam.

"Jadi itu bukan ulama, bukan mubalig, bukan masyarakat atau umat Islam," jelas Sirra.

Ketua Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono berpendapat, permasalahan istilah golongan tidak perlu dijelaskan secara detil. Menurut Ali, permasalahan golongan tidak perlu dijelaskan detil karena sudah ada di undang-undang.

"UU tidak perlu di penjelasan itu disampaikan bahwa agama itu termasuk golongan orang yang beragama Islam itu termasuk golongan tidak perlu golongan Islam itu FPI dan sebagai tidak perlu berdasarkan agama itu selalu didasarkan golongan," kata Ali di Aula Kementan, Jakarta.

Menurut Jaksa, pasal 156 sudah cukup untuk menjelaskan masalah golongan. Hal itu tertuang dalam penjelasan isi pasal. Pasal 156 berisi "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

Konteks golongan mengacu pada bagian kedua pasal yakni "Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara".

"Kalau agama Islam cukup tidak perlu golongan Islam dipecah lagi menjadi majelis taklim dan sebagainya gak perlu semacam itu," ujar Ali.

Ali mengakui Ahok memang tidak terjerat pasal 156a karena niat Ahok tidak mengarah kepada Al Maidah. Ia menilai pasal 156a lebih mengarah kepada agama sementara 156 lebih kepada golongan. Tim JPU lebih melihat bahwa niat pernyataan mantan Bupati Belitung Timur itu lebih mengarah kepada orang tertentu. Oleh karena itu, mereka lebih menggunakan 156 dibanding 156a.

Seperti diketahui, jaksa menuntut Ahok hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan selama 2 tahun. Gubernur DKI Jakarta itu dinilai melanggar Pasal 156 KUHP.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri