Menuju konten utama

Pengacara Ahok: Tuntutan Percobaan JPU Itu Bentuk Keraguan

Tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai JPU ragu-ragu soal tuntutan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun kepada Ahok.

Pengacara Ahok: Tuntutan Percobaan JPU Itu Bentuk Keraguan
Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berbincang dengan kuasa hukumnya usai sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - I Wayan Sidarta, anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) ragu-ragu soal tuntutan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun kepada Ahok.

"Tuntutannya percobaan, itu untuk menunjukkan keragu-raguan tentang keyakinan jaksa. Kalau perkara seramai ini tuntutannya percobaan, jaksa ragu-ragu," kata Wayan setelah sidang ke-19 Ahok dengan agenda pembacaan tuntutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4/2017).

Ia pun menyatakan atas tuntutan jaksa itu maka kliennya tidak perlu masuk penjara.

"Artinya, Pak Basuki tidak perlu masuk penjara kalau dalam 2 tahun dia tidak ada putusan pidana dalam perkara lain yang mempunyai kekuatan hukum tetap," ucap Wayan.

Ia pun menyinggung terkait dengan tuntutan jaksa yang menyebutkan bahwa salah satu hal meringankan terhadap Ahok karena adanya peran Buni Yani yang mengunggah video Ahok di Kepulauan Seribu.

"Ini jaksa kebingungan di satu pihak membebankan pada Buni Yani, dari pihak lain masih mau menuntut Pak Ahok, ini tidak benar. Harusnya Buni Yani yang bertanggung jawab karena memang dia yang mengubah-ubah, dia yang harus bertanggung jawab dan sudah jadi tersangka tetapi kenapa ini dituntut?" tuturnya.

Sebelumnya, JPU menuntut pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun terhadap Ahok.

"Maka, disimpulkan perbuatan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah secara sah, terbukti, dan meyakinkan telah memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dengan pasal alternatif kedua Pasal 156 KUHP," kata Ali Mukartono, Ketua Tim JPU saat membacakan tuntutan tersebut.

Ali menyatakan sepanjang pemeriksaan dalam persidangan telah didapat fakta kesalahan terdakwa dan tidak ditemukan alasan pemaaf dan pembenar atas perbuatan terdakwa tersebut sehingga perbuatan terdakwa harus dijatuhi pidana.

"Pertimbangan memberatkan, perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan masyarakat dan menimbulkan kesalahpahaman masyarakat antargolongan rakyat Indonesia," tuturnya.

Hal meringankan, kata dia, terdakwa mengikuti proses hukum dengan baik, sopan di persidangan, ikut andil membangun Jakarta, mengaku telah bersikap lebih humanis, dan timbulnya keresahan masyarakat karena adanya unggahan oleh orang bernama Buni Yani.

"Kami penuntut umum, menuntut majelis hakim memeriksa dan yang mengadili. Satu, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana di muka umum. Menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap satu golongan sebagaimana diatur Pasal 156 KHUP. Dua menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun," ucap Ali.

Sidang Ahok akan dilanjutkan pada hari Selasa (25/4) dengan agenda pembacaan pledoi oleh pihak terdakwa.

Sebelumnya, Ahok dikenai dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156a KUHP disebutkan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sementara itu, menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri