Menuju konten utama

Pengacara Ahok Nilai Fatwa MUI Terburu-buru

Keputusan MUI yang mengeluarkan fatwa pada 11 Oktober 2016 dinilai terlalu terburu-buru oleh kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat.

Pengacara Ahok Nilai Fatwa MUI Terburu-buru
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin (tengah) berjalan sebelum mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima saksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. ANTARA FOTO/Reno Esnir/kye/17.

tirto.id - Kuasa Hukum terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yakni Humphrey Djemat, menilai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap Ahok amat terburu-buru. Hal itu berdasar pada keterangan KH Ma'aruf Amin, Ketua MUI yang dipanggil sebagai saksi dalam sidang ke-8 hari ini (31/1). Seperti diketahui fatwa terkait Ahok dikeluarkan oleh MUI pada 11 Oktober 2016. Hal ini hanya berselang dua hari setelah surat teguran dari MUI Jakarta dikeluarkan pada Ahok.

"Itu terlalu terburu-buru. Hanya dua hari. Kalau memang desakan masyarakat, dari tanggal 1 Oktober juga sudah ada desakan. Tapi, kenapa MUI Jakarta hanya teguran, dan MUI Pusat fatwa, kan sama-sama MUI-nya?", kata Humphrey saat sesi istirahat sidang ke-8, di Gedung A Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.

Selanjutnya, Humphrey juga mempertanyakan tabbayyun lapangan yang dinyatakan KH Maruf Amin dalam keterangannya. Kepada hakim, Ma'aruf mengatakan bahwasannya fatwa MUI dikeluarkan setelah pihaknya mengadakan observasi lapangan dan menonton video dalam mengeluarkan fatwa.

"Nanti akan kami tanyakan tabayun lapangan yang dimaksud oleh Ketua MUI. Laporannya seperti apa? Dalam bentuk apa? Kemarin buktinya Pak Basuki ke Pulau Seribu disambut baik," kata Humphrey.

Selain itu, Humphrey juga menyatakan keberatan atas rapat pengurus harian MUI dalam menentukan fatwa yang dihadiri oleh banyak pihak lain. Menurutnya, rapat pengurus harian haruslah dihadiri oleh pengurus MUI saja. Karena menurutnya, pihak-pihak lain yang ikut hadir mempunyai latar belakang kepentingan masing-masing.

"Itu tadi dinyatakan dalam rapat pengurus harian ada banyak kelompok. Ada FPI dan lain sebagainya. Kan kelompok lain itu punya kepentingan. Seharusnya pengurus MUI saja.", tegas Humphrey.

KH Maruf Amin dalam keterangannya juga menyatakan fatwa MUI hanya mengikat bila bersifat syariah. Di luar itu harus dipositifikasi guna menjadi hukum positif. Sejauh ini, positifikasi sudah dalam proses dan diserahkan pada pihak yang berwajib.

"Fatwa MUI hanya mengikat bila bersifat syariah. Bila menyangkut negara, mesti dipositifikasi. Sekarang sedang proses.", kata Ma'aruf kepada hakim.

Terdapat lima saksi dalam sidang ke-8 kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, yakni KH Maruf Amin (Ketua MUI), Jaenudin alias Panel (nelayan Pulau Panggang), Sahbudin alias Deni (nelayan Pulau Panggang), Dahlia S.Ag (Anggota KPU DKI Jakarta periode 2013-2018) dan Ibnu Baskoro (Saksi Pelapor di Jakarta).

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan