tirto.id - Asisten Sumber Daya Manusia Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo berujar bahwa jajarannya terus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital sebagai bentuk penguatan prinsip Bersih, Transparan, Akuntabel dan Humanis (BETAH) dalam penerimaan anggota Polri.
“Pertama kalinya Polri membentuk Posko Monitoring Center Computer Assisted Test (CAT) akademik dan psikologi,” ucap Dedi dalam keterangan tertulis, Senin, 29 Mei 2023.
Pelaksanaan tes dilakukan secara waktu nyata (real time) dengan CAT yang diawasi oleh pengawas internal antara lain Itwasum, Divpropam Polri, Direktorat Siber Bareskrim, Inteltek Baintelkam Polri. Tidak hanya pihak internal, pelaksanaan tes penerimaan juga diawasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara, ahli IT dari Universitas Gunadarma dan LSM Pesdam. Polri pun memaksimalkan teknologi.
"Memberdayakan teknologi komunikasi yang telah dimiliki dan menyebar di 34 Satuan Wilayah, termasuk Papua dan Papua Barat,” lanjut Dedi.
Dengan menggunakan CAT yang bisa dipantau secara nyata, hasilnya langsung dapat diketahui oleh peserta seleksi dan mengantisipasi kerja sama antarpeserta seleksi maupun pihak lain, karena soal yang tampil di layar komputer masing-masing peserta seleksi berbeda.
Kemudian ketika terjadi permasalahan dalam proses seleksi, seketika dapat diselesaikan karena adanya keputusan langsung dari pengampu kebijakan. Melalui posko pemantauan ini, terdapat interaksi secara langsung antara panitia pusat dengan seluruh panitia wilayah.
Selain itu sebagai mitigasi cepat atas permasalahan seperti kendala masuk ke peladen, gangguan perangkat komputer, gangguan jaringan listrik atau internet.
Perihal kecurangan dalam perekrutan anggota Polri, pernah terjadi di Polda Jawa Tengah. Lima polisi diduga menjadi calo dalam perekrutan calon Bintara tahun 2022. Lima polisi yang dihukum yakni Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z, dan Brigadir EW.
Penyidik berupaya menangani masalah ini dengan profesional, pengumpulan alat-alat bukti dilakukan secara cermat dan hati-hati. Mereka dijatuhi sanksi disiplin, lantas sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan.
Hal ini sesuai Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 juncto Pasal 28 ayat (2) Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011. Komisi Kepolisian Nasional merespons hal tersebut.
Lantas Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berharap ketegasan Kapolri ini menjadi pedoman bagi seluruh Kasatwil dan Kasatker, dan melaksanakan perintah Kapolri dengan sebaik-baiknya, serta ke depannya agar para Kasatwil dan Kasatker melaksanakan reformasi kultural Polri secara konsisten. Jangan sampai membebani Kapolri dan menunggu perintahnya.
"Semua harus mengingat arahan Kapolri bahwa ikan busuk dari kepalanya, dan bagi pimpinan yang tidak berhasil menertibkan anggotanya akan menerima konsekuensi hukuman dari Kapolri," ucap Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti, 20 Maret lalu.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky