tirto.id -
Oktober 2018, penerimaan pajak sempat tumbuh 17 persen. “Ada sektor-sektor yang mengalami tekanan,” ucap Sri Mulyani dalam paparannya di Kemenkeu, Senin (18/11/2019).
PPh migas baru terealisasi RP 49,3 triliun setara 74,5 persen dari APBN. Pertumbuhannya mengalami kontraksi 9,3 persen padahal periode yang sama sebelumnya sempat tumbuh 28,1 persen.
Pajak Non migas baru mencapai Rp 959,2 triliun setara 64,1 persen dari APBN. Pertumbuhannya hanya mencapai 0,8 persen, padahal di tahun sebelumnya bisa mencapai 17 persen.
Sementara realisasai Bea-Cukai baru mencapai Rp155,4 triliun atau 74,4 persen dari taget. Dibanding tahun lalu yang mencapai 13,21 perse, pertumbuhannya Bea-Cukai pada Oktober 2019 terlihat melambat.
Penyumbang pertumbuhan ini adalah tingginya pertumbuhan cukai senilai 15,29 persen dengan realisasi Rp122,40 triliun setara 73,96 persen.
Kendati demikian, bea masuk mengalami kontraksi minus 6,25 persen. Padahal pada periode yang sama di tahun 2018 masih tumbuh 15,47 persen.
Per 31 Oktober 2019, realisasi penerimaan bea masuk hanya mencapai Rp 30,16 triliun setara 77,52 persen dari target APBN.
Kontraksi lainnya juga dialami oleh bea keluar yang minus 49,62 persen dari tahun sebelumnya padahal periode yang sama di tahun 2018 masih tumbuh 82,75 persen.
Per 31 Oktober 2019, realsiasi bea keluar hanya Rp 2,89 triliun setara 64,82 persen dari target APBN.
“Secara umum bea masuk ada kontraksi impor kita turun. Bea keluar untuk sektor pertambangan juga kontraksi cukup dalam. Ini kondisi ekonomi yang kita hadapi,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (18/11/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana