tirto.id - Turunnya harga komoditas sumber daya alam (SDA) di pasar global membuat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Oktober 2019 tercatat anjlok.
Hingga Oktober 2019, PNBP yang terkumpul hanya sebesar Rp333,3 triliun atau tumbuh di kisaran 3,16 persen year on year (yoy). Padahal, di periode yang sama tahun 2018 pertumbuhan PNBP mampu mencapai 34,52 persen.
“PNBP pertumbuhannya jauh lebih lemah dari tahun lalu yang sangat tinggi. Sekarang hanya 3,2 persen,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan Senin (18/11/2019).
PNBP yang masuk pada bulan lalu juga jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu dari sisi persentase terhadap target. Oktober 2019, PNBP baru terkumpul 88,10 persen dari target APNB 2019 senilai Rp 378,297 triliun.
Kontraksi terjadi hampir di setiap sektor. PNBP Sumber Daya Alam (SDA), misalnya, mengalami kontraksi 10,01 persen dari tahun sebelumnya padahal periode yang sama di tahun 2018 sempat tumbuh 72,6 persen.
Saat ini total PNBP SDA yang masuk hanya menyentuh Rp 127,8 triliun atau 67 persen dari target APBN.
Rendahnya capaian PNBP ini disebabkan karena pengaruh faktor harga komoditas seperti migas. Kemenkeu juga menunjuk pengaruh kecilnya capaian produksi minyal siap jual atau litfing.
“PNBP dapat dilihat pengaruh komoditasnya sangat besar,” ucap Sri Mulyani.
Turunnya PNBP juga disumbang oleh pos PNBP Lainnya yang minus 4 persen. Per Oktober 2019 realisasinya hanya mencapai Rp 92,1 triliun setara 97,9 persen dari APBN.
Lalu Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) juga mengalami kontraksi 11,7 persen. Per Oktober 2019 nilainya hanya mencapai Rp 37,6 triliun atau setara 78,6 persen dari target APBN.
“BLU turun karena kita tidak melakukan pungutan atas sawit,” ucap Sri Mulyani.
Dalam data APBN KiTa yang dirilis Kemenkeu, tercatat hanya pendapatan KND [Kekayaan Negara yang Dipisahkan] yang tumbuh positif sebesar 78,26 persen yoy.
Editor: Hendra Friana