tirto.id - Kebijakan pemerintah menghentikan ekspor nikel pada 1 Januari 2020 membuat penambang ore nikel genjot produksi. Catatan Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menemukan ada lonjakan penerimaan bea keluar dari ekspor ore nikel yang masuk ke kas negara senilai Rp1,1 triliun sampai 31 Oktober 2019.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, lonjakan tersebut terjadi dalam durasi satu bulan setelah adanya kajian untuk pembatasan ore nikel untuk kebutuhan industri di dalam negeri.
“Untuk nikel pada 31 Oktober penerimaannya naik tajam Rp1,1 triliun. Kenapa tajam? karena selama 2018 saja ekspor di sektor ini hanya mencapai Rp659 miliar. Lonjakan dimulai pada September 2019 pada awal moratorium,” kata Heru dalam diskusi Pemasukan dan Pemanfaatan APBN dalam Akselerasi Daya Saing Melalui Inovasi dan Penguatan Kualitas SDM, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (13/11/2019).
Dengan adanya kenaikan yang terjadi selama hampir dua bulan tersebut, pihaknya tengah melakukan langkah verifikasi terhadap perusahaan-perusahaan yang terdata jor-joran ekspor ore nikel selama Oktober 2019.
“Pemerintah akan melayani perusahaan yang sudah memenuhi kebutuhan apakah dia memenuhi ketentuan, kami akan melakukan pendalaman verifikasi,” kata Heru.
Heru menjelaskan lonjakan penerimaan bea keluar dari ekspor ore nikel dari Janurari-Agustus terbilang biasa saja. Namun, sejak adanya pembatasan ekspor yang mulai terjadi pada September sampai Oktober 2019 terjadi lonjakan nilai bea ekspor sampai lebih dari Rp470 miliar.
Pertumbuhan tersebut, kata Heru, merupakan lonjakan tertinggi dari total nilai ekspor karena peningkatan di September 2019 mencapai 191 persen atau ada penambahan sekitar Rp170 miliar.
Kemudian, pada Oktober 2019 ekspor bea ore nikel nilainya naik lebih tajam sampai 298 persen atau ada penambahan senilai Rp300 miliar.
Jika diasumsikan pendapatan per tahun lalu yang mencapai Rp659 di tambah penerimaan September sampai Oktober 2019, maka nilai bea ore ekspor RI hingga bulan lalu secara spesifik mencapai Rp1,12 triliun.
"September kenaikannya 191 persen, Oktober naiknya 298 persen. Sampai sebelum September dibandingkan tahun sebelumnya sama. Tapi setelah adanya keputusan moratorium 2020 perlahan ada peningkatan ekspor," jelas dia.
Pemerintah sebelumnya melarang perusahaan tambang nikel mengekspor hasil produksinya per 1 Januari 2020.
Pelarangan ini diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Langkah ini dilakukan pemerintah untuk membangun industri hulu pengolahan nikel di dalam negeri. Terutama untuk memperkuat bahan baku untuk persiapan RI memproduksi baterai motor sampai mobil listrik, yang akan bisnisnya akan moncer dalam 5 sampai 10 tahun ke depan.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz