tirto.id - Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), IGBN Makertihartha berpendapat pemerintah perlu membedakan jenis produk kelapa sawit untuk kepentingan industri dan konsumsi masyarakat
Dosen Program Studi Teknik Kimia ITB ini mengusulkan ada pembedaan Crude Palm Oil (CPO) yang biasa lebih lekat pada produk turunan kelapa sawit untuk makanan. Sedangkan untuk keperluan biofuel, namanya dapat dibuat menjadi Industry Palm Oil (IPO).
“Jadi kami meminta pemerintah untuk menciptakan terminologi produk baru bukan CPO tapi namanya IPO,” ucap Makertihartha kepada wartawan usai diskusi bertajuk “Efisiensi Energi Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Energi Baru dan Terbarukan” di Kemenko Kemaritiman pada Selasa (28/5/2019).
Makertihartha beralasan, pembedaan produk sawit cukup krusial karena dapat menekan biaya bahan baku yang digunakan untuk keperluan produksi energi seperti biofuel.
Usulan itu sesuai dengan penelitiannya yang sedang mengembangkan bahan bakar berbasis kelapa sawit. Dari pengalamannya menggunakan CPO sebagai bahan baku, harganya cenderung mahal karena mengikuti standar CPO.
Penyebabnya produksi CPO memiliki standar pasar yang ketat seperti mengharuskan adanya kadar bau dan keasaman tertentu. Dampaknya standar CPO ini akan sangat menghambat produksi kelapa sawit hingga tingkat yang massal.
Padahal, kata Makertihartha, bahan baku kelapa sawit untuk bahan bakar atau energi tidak perlu seketat CPO. Paling tidak katanya cukup menghilangkan getah dan logam berat sehingga prosesnya lebih pendek dan biaya bahan bakunya menjadi lebih murah.
“Jadi minyak sawit untuk industri, kandungan asam lemak dan baunya tidak perlu dibatasi. Cukup getahnya. Ini bisa cukup murah. Industri bahan bakar nabati ini bisa diproduksi dengan harga bersaing,” ucap Makertihartha.
Justru selama ini banyak orang belum mengetahui bilamana kadar asam yang biasa dibatasi dalam CPO dapat memberi efek positif pada bahan bakar yang dihasilkan. Sepengetahuan Makertihartha saat ini banyak produk kelapa sawit dibuang hanya karena penerapan standar CPO diterapkan pada semua jenis panen kelapa sawit tanpa membedakan peruntukannya, entah untuk makanan atau biofuel.
“Kalau buat makanan aturannya ketat. Kalau industri biarkan saja sampai benar-benar matang. Nanti rendemennya naik dan asam lemak bebasnya bertambah,” ucapnya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Agung DH