tirto.id - Peneliti Kelautan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Muslim Muin mengatakan, akibat buruk dari reklamasi Teluk Jakarta adalah pemerintah harus memindahkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang.
"Itu karena desain reklamasi memang menuntut begitu. Jadi PLTU harus dipindahkan demi pengembang," kata Muslim di DPR, Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Muslim menilai, desain reklamasi juga bisa menyumbat air sungai dari Jakarta menuju laut karena alirannya akan menjadi semakin panjang. Bahkan, ada pulau reklamasi yang berpotensi menyumbat penuh aliran sungai dari Jakarta. Untuk itu, ia membantah jika desain itu bisa menahan air laut seperti yang diwacanakan.
Sebab, kata Muslim, pasang surut air laut tidak terjadi di satu titik saja. Melainkan dalam radius yang panjang. Menurutnya, pasang surut air laut di Teluk Jakarta bisa mencapai sepanjang 700 kilometer.
"Kalau ini tersumbat maka harus bikin pompa. Kalau air masuk terus kita pompa ya tidak akan tersumbat. Pompanya harus sama besar dengan debit banjir. Debit banjir Jakarta itu 3.000 meter kubik per detik. Enggak ada yang sanggup menahan itu," kata Muslim.
Solusinya, kata Muslim, harus membangun bak untuk menampung banjir agar bisa dipompa. "Banjirnya masuk bak, lalu dipompa," kata Muslim.
Agar air bisa masuk ke bak, maka air harus diturunkan. Sementara, untuk melakukan itu harus membangun giant sea wall. Tidak cukup dengan reklamasi saja.
"Kalau diturunkan air pendinginnya berkurang, jadi enggak efektif PLTU itu. Kalau ditutup airnya akan semakin panas. Kalau tadi kan didinginkan oleh arus laut. PLTU-nya harus dipindahkan," kata Muslim.
Sementara di wilayah reklamasi terdapat PLTU & PLTGU Muara Karang 1.375 MW, PLTG & PLTGU Priok 1.248 MW, PLTGU Muara Tawar 1.745 MW. Tiga pembangkit besar ini menjadi tulang punggung kelistrikan Jakarta dan sistem Jawa-Bali.
"Bisa jadi itu akan membuat pasokan listrik terganggu. Pembangunan baru juga bisa membuat tarif dasar listrik naik karena pemerintah butuh biaya besar. Anda bisa jadi juga akan ditekan oleh Kemenkeu untuk bayar pajak lebih tinggi," kata Muslim.
Mengenai hal ini, Mantan Ketua Tim Sinkronisasi Anies-Sandiaga tak dapat berkomentar banyak. Ia mengaku tak mengetahui secara detail akibat yang ditimbulkan reklamasi terhadap pembangkit listrik di wilayah reklamasi.
"Saya kira kajiannya tim Menko Maritim saat memutuskan moratorium sudah jelas ya. Dan itu kan informasi permanen. Tidak ujug-ujug bisa berubah jadi tidak bermalasah. Dan kajiannya teknis waktu itu. Jadi kita percaya pada kajian profesional. Dan itu yang kami sarankan sekarang mari lanjutkan kajian yang komprehensif dan secara profesional," kata Sudirman di DPR, Jakarta, Kamis (2/11).
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto