tirto.id - Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai kemunculan rencana Aksi 299, yang digelar di depan Gedung MPR/DPR pada Jumat besok, merupakan bentuk paranoia kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sudah bubar sejak lama.
Menurut Dahnil, selama ini banyak informasi memunculkan ketakutan berlebihan terhadap Partai Komunis Indonesia. Aksi 299, menurut dia, dipicu oleh ketakutan berlebihan itu.
“Saya pikir memang perlu waspada (PKI), tetapi tidak perlu juga ada paranoia yang luar biasa. Waspada harus dan bagus, tapi tidak perlu berlebihan,” kata Dahnil kepada Tirto pada Kamis (28/9/2017).
Aksi 299 direncanakan akan menyuarakan dua isu. Keduanya ialah penolakan terhadap Perppu Ormas dan kebangkitan PKI. Dahnil berpendapat memang ada hak konstitusional bagi setiap warga negara untuk mengekspresikan pendapatnya melalui aksi demonstrasi asalkan tidak anarkis.
Namun, terkait pencabutan Perppu Ormas, yang menjadi salah satu tuntutan Aksi 299, sidang uji materinya kini sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan, untuk isu kebangkitan PKI, belum ada bukti kuat yang membenarkan informasi ini.
Oleh karena itu, Dahnil menyatakan ormas Islam seperti Muhammadiyah tidak perlu ikut dalam aksi 299. “Banyak isu simpang siur yang beredar,” kata dia.
Dahnil berharap publik menyadari ada keanehan terhadap tersebarnya isu mengenai kebangkitan PKI. Misalnya, ada satu pihak yang menyatakan PKI muncul, tetapi pihak lainnya mengatakan sebaliknya. Menurut Danil, pihak TNI menyatakan bahwa PKI menjadi ancaman sebab akan bangkit lagi, sedangkan Polri berpendapat sebaliknya.
“Dan keduanya merupakan intelijen negara,” kata Dahnil. “Negara ini kehilangan kepemimpinan. Jadi 2 lembaga negara yang punya perangkat intelijen yang punya perangkat lengkap mengumpulkan data informasi menghasilkan output yang berbeda. Ini konyol sekali menurut saya.”
Dia menyimpulkan Aksi 299 merupakan salah satu akibat dari informasi tidak jelas yang diumbar oleh institusi negara sendiri. “Harus segera kepemimpinan negara itu dihadirkan. Saya tidak bisa bayangkan ada satu menteri ngomong A, satu B. Siapa yang mimpin mereka sebenarnya?”
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom