Menuju konten utama
Periksa Data

Pemilu 2024: Menakar Angka Pemilih Loyal Antar Partai Politik

PDIP menjadi partai dengan angka pemilih loyal tertinggi versi SMRC, sementara itu Litbang Kompas merekam PAN sebagai partai dengan pemilih loyal tertinggi.

Pemilu 2024: Menakar Angka Pemilih Loyal Antar Partai Politik
Header Periksa Data Menakar Angka Pemilih Loyal Antar Partai Politik. tirto.id/Fuad

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan 24 partai politik yang akan berkontestasi di Pemiihan Umum (Pemilu) yang dijadwalkan bakal digelar serentak pada 14 Februari 2024 mendatang.

Sejumlah survei elektabilitas yang menjadi patokan untuk mengukur tingkat keterpilihan partai politik (parpol) pun telah banyak dilakukan. Masing-masing parpol pun semakin gencar memperebutkan suara masyarakat.

Hal lain yang tidak kalah penting untuk dilihat sebagai ukuran untuk dapat menentukan potensi keterpilihan parpol adalah keberadaan pemilih loyal (loyalis) dari masing-masing parpol. Pemilih loyal sendiri dimaknai sebagai pemilih yang tetap setia memilih partai politik yang sama dengan pilihannya di Pemilu sebelumnya.

Terkait hal ini, temuan riset Kompas (2020) mengungkap faktor sosiologis masih menjadi faktor penting yang menentukan perilaku dan pilihan politik pemilih pemilu. Faktor tersebut banyak berperan dalam membentuk perilaku pemilih yang berorientasi pada perasaan kedekatan dengan partai politik tertentu.

Lantas, partai politik mana yang memiliki pemilih loyal terbanyak?

SMRC

Temuan survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Mei 2023 mengungkap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi partai dengan jumlah pemilih loyal terbanyak dengan persentase 69 persen pemilih loyal. Disusul, Partai Gerindra dengan persentase 68 persen di posisi kedua dan di posisi ketiga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memiliki proporsi persentase pemilih loyal yang setara yaitu 65 persen.

Selanjutnya, secara berurutan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tercatat memiliki 64 persen pemilih loyal disusul Golkar dengan 60 persen pemilih loyal. Sementara itu, tiga partai yang memiliki pemilih loyal terendah adalah Nasdem dengan 57 persen, Demokrat 56 persen dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang hanya memiliki 50 persen pemilih loyal.

Survei SMRC ini sendiri dilakukan pada tanggal 11-20 Mei 2023, lewat wawancara tatap muka dengan 1.200 responden yang dipilih secara random dengan metode multistage random sampling.

Pendiri SMRC Saiful Mujani menyatakan bahwa berdasarkan data ini, menjadi logis bahwa ada tren kenaikan elektabilitas sementara pada PDIP dan Gerindra menurut survei elektabilitas SMRC Mei 2023. Pasalnya, dengan banyaknya loyalis, kebanyakan suara mereka tidak berpindah, dan bahkan menampung suara partai lain yang berpindah.

Sebagai informasi, menurut hasil survei elektabilitas SMRC Mei 2023, PDIP dan Gerindra mendapatkan suara lebih besar dari Pemilu 2019: PDIP dari 19,3 persen menjadi 25,1 persen dan Gerindra dari 12,6 persen menjadi 16,4 persen. Sementara partai-partai lain memperoleh suara di bawah hasil Pemilu 2019.

Golkar turun dari 12,3 persen menjadi 7,7 persen, PKB dari 9,7 persen menjadi 7,5 persen, Demokrat dari 7,8 persen menjadi 6,7 persen, PKS dari 8,2 persen menjadi 5,1 persen, PAN dari 6,8 persen menjadi 3 persen, dan PPP dari 4,5 persen menjadi 2,4 persen.

Meski begitu, temuan ini juga menemukan angka pemilih loyal yang tinggi tidak selalu berbanding dengan angka elektabilitas partai. PPP misalnya, meski memiliki persentase pemilih loyal yang besar, namun basis dukungan pada partai relatif kecil, yakni 4,5 persen pada Pemilu 2019.

Hal ini menjelaskan elektabilitas PPP yang kini berada di bawah parliamentary threshold karena basisnya yng kecil. Swing voters PKB hampir sama dengan PPP, tapi basis mereka berdasarkan hasil Pemilu 2019 lebih besar.

Saiful juga memberi catatan untuk PAN. Temuan SMRC mengungkap partai besutan Zulkifli Hasan ini menjadi partai dengan pemilih loyal paling sedikit. Lebih lanjut, Ia mengungkap beberapa faktor mengapa PAN ditinggal pemilih loyalnya, diantaranya dinamika dan konflik internal yang terjadi di tubuh partai dan hengkangnya tokoh senior PAN Amien Rais ke Partai Ummat yang juga diikuti oleh loyalisnya.

“Separuh dari pemilih PAN tidak loyal, mereka bisa pergi atau tergantung apa PAN bisa meyakinkan mereka atau tidak. Kalau yang 50 persen ini tetap memilih PAN, artinya partai ini tidak mengalami kenaikan suara. Tapi kalau pemilih lemah itu tidak bisa dijaga, maka ada peluang PAN tidak lolos threshold,” kata Saiful dalam ”Kecenderungan Swing Voter Partai Menjelang 2024” yang disampaikan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, (15/6/2023).

Temuan lain SMRC dalam survei bertajuk post election survey yang dilakukan secara periodik sejak Agustus 2019 hingga Mei 2023 juga mengungkap jumlah rata-rata pemilih tidak loyal di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 39,04 persen.

Lebih lanjut, Saiful mengungkap tingginya angka pemilih tidak loyal yang hampir 40 persen ini membuat partai mapan atau yang sudah ada di atas risau. Sebaliknya, hal ini merupakan kesempatan bagi partai kecil atau partai yang baru muncul untuk dapat meraih suara.

"Tingginya angka swing voters (pemilih tidak loyal) tersebut bisa menjadi ancaman dan bisa menjadi peluang. Kalau ada rakyat yang kecewa dengan partai-partai sekarang, keadaan itu membuka peluang untuk parpol yang dianggap lebih menjanjikan," Ujar Saiful melalui kanal YouTube SMRC TV (15/6/2023).

Faktor Demografi

Riset ini juga menguji korelasi antara beberapa variabel demografi seperti gender, desa-kota, umur, pendidikan dan pendapatan terhadap loyalitas pemilih partai. Hasilnya, studi ini menemukan bahwa dari faktor gender tidak ada perbedaan signifikan antara pemilih loyal laki-laki dan perempuan.

Kemudian, dari variabel desa-kota dapat terlihat bahwa PKS cenderung lebih banyak memiliki pemilih loyal di perkotaan dibanding perdesaan. Saiful menjelaskan hal ini disebabkan oleh karakteristik pemilih PKS yang merupakan kelas menengah terpelajar yang tinggal di perkotaan.

“Mengindikasikan bahwa pemilih PKS di pedesaan kurang ideologis lebih ke hasil mobilisasi. Oleh karena itu karena pemilunya belum dekat mungkin PKS belum bekerja di perdesaan,” ujar Saiful (15/6/2023).

Dari segi kelompok umur, terlihat PKB menjadi partai yang memiliki pemilih loyal paling banyak di usia muda. Hal ini terlihat dari angka swing voter usia muda paling rendah (13 persen) dibanding kelompok umur tua.

Berbanding terbalik, Partai Golkar dan PPP justru memiliki pemilih loyal paling banyak di usia tua. Saiful menjelaskan hal ini akan menjadi tantangan utama Partai Golkar dan PPP untuk mempertahankan eksistensinya mengingat pada Pemilu 2024 nanti pemilih mayoritas ada dibawah usia 40 tahun.

“PKB ini loyalisnya anak-anak muda, mencerminkan politisi dan elit PKB yang banyak anak muda salah satunya Cak Imin sebagai ketua umum partai paling muda. Yang menarik Golkar, regenerasi pemilih disini tidak terjadi. Pemilih muda tidak tergarap dengan baik.” Ujar Saiful (15/6/2023)

Lebih lanjut, dari aspek pendidikan Saiful menjelaskan variabel tingkat pendidikan ini berkorelasi dengan variabel desa-kota. Hal ini misalnya terlihat di PKS yang memiliki pemilih loyal di tingkat pendidikan tinggi berbanding lurus dengan kuatnya pemilih loyal PKS yang merupakan kelas menengah pelajar yang tinggal di perkotaan.

Litbang Kompas

Berbeda dengan survei SMRC, Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) Litbang Kompas yang berlangsung pada 25 Januari hingga 4 Februari 2023 merekam Partai Amanat Nasional (PAN) menempati persentase parpol dengan pemilih loyal tertinggi dibandingkan partai-partai politik lain dengan angka 50 persen.

Terkait dengan hasil survei ini, dikutip dari laporan Kompas, Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Jati, mengungkap hal itu kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa hal, pertama para kader kunci PAN yang berlatar selebritas tidak berpindah ke parpol lain. Kedua, posisi PAN sebagai partai tengah memungkinkan menjadi tempat bernaung (shelter) bagi para pemilih agamais ataupun nasionalis.

Partai dengan pemilih loyal terbanyak kedua menurut survei Litbang Kompas adalah PDIP. Tercatat, sebanyak 45,7 persen pemilih partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri tersebut mengaku tetap memilih PDIP dalam Pemilu 2024.

Meski angka ini turun signifikan dari survei pada Oktober 2022 lalu (65,3 persen) PDIP masih masuk jajaran partai yang konsisten memiliki persentase loyalis yang tinggi. Perlu diketahui, menurut tiga survei Kompas yang digelar pada tahun 2022, PDIP, PKS, dan PKB secara berurutan dikenal memiliki tingkat loyalitas pemilih relatif lebih tinggi dibandingkan partai politik lain.

Masih menukil dari laporan Kompas, terkait hal ini peneliti BRIN Wasisto Jati mengungkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat loyalitas pemilih ke partai. Di antara faktor yang mempengaruhi adalah apakah daerah tempat pemilih itu tinggal merupakan daerah basis partai.

Menurut dia, dapil berpengaruh mendasar pada loyalitas politik di mana pemilih tetap akan berusaha untuk menjaga dominasi suara mayoritas. Perlu diketahui, menurut temuan Saiful Mujani, PDIP dan PKB sendiri merupakan partai yang memiliki basis pemilih besar di dua provinsi besar, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Temuan survei ini juga mengungkap bahwa jika sebuah parpol mempunyai jumlah pendukung terbesar di level loyalitas yang tinggi, maka dapat dikatakan parpol itu mempunyai modal dasar pendukung yang lebih besar dibandingkan dengan partai lain. Semakin rendah level loyalitas semakin berkurang ikatan pendukung terhadap parpol.

Angka Potensial Loyalis

Survei periodik Kompas diselenggarakan pada tanggal 25 Januari 2023- 4 Februari 2023 kepada 1.202 responden yang dipilih secara acak, menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat. Survei ini dilaksanakan di 38 provinsi di Indonesia. Survei ini juga memuat sejumlah indikator untuk mengukur tingkat loyalitas pemilih terhadap parpol.

Pertama, pada tingkatan yang paling tinggi ialah pemilih yang mengenal dengan baik dan menyukai parpol (potensial loyalis). Di level kedua ialah pemilih yang sekadar tahu tapi menyukai parpol (potensial tambahan).

Tingkatan berikutnya ialah pemilih yang pernah mendengar dan bersikap netral terhadap parpol (netral). Dua level terakhir ialah pemilih yang belum mengenal parpol (tidak tahu) dan pemilih yang mengenal dan menyatakan tidak suka kepada parpol (resistan).

Selanjutnya diketahui dari besaran angka potensi loyalis ini bisa dijadikan acuan perkiraan elektabilitas yang bisa dicapai parpol jika pemilu dilakukan saat ini. Dari angka potensi loyalis yang dirangkum Litbang Kompas terlihat kalau PDIP dan Gerindra punya dukungan pemilih yang solid dan elektabilitas yang tinggi.

Masih dari sumber yang sama, PDIP misalnya, dengan angka potensi loyalis tertinggi yakni sebesat 14,9 persen, jika diasumsikan dengan tingkat elektabilitas PDI-P saat ini mencapai 22,9 persen, berarti PDI-P sudah berhasil mengonversi sebagian besar pemilih potensial loyalisnya ditambah dari pemilih potensial tambahan di kelompok lainnya.

Sementara itu, dari angka potensi loyalis yang dirangkum Litbang Kompas terlihat kalau Demokrat dan Golkar punya elektabilitas yang lebih rendah dari loyalis. Hal ini bisa menjadi indikasi adanya pendukung loyal yang masih ragu dengan dua partai ini.

Temuan survei ini juga memberikan catatan terhadap dua partai yaitu Nasdem dan Perindo. Bagi Nasdem, pemilih potensial loyalisnya relatif sama besar dengan elektabilitasnya. Strategi sebagai partai pertama yang mencalonkan Anies Baswedan nampak berhasil menarik loyalis Anies untuk mendukung Nasdem.

Membangun Loyalitas Pemilih

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago mengungkap cara yang harus dilakukan partai politik untuk dapat membangun basis pemilih loyal. Menurut Arifki, hal ini tak bisa lepas dari pendidikan politik maupun usaha-usaha yang dilakukan parpol untuk membangun Party ID yang kuat di tengah masyarakat.

Dalam studi ilmu politik sendiri Party ID atau party identification adalah konsep tentang kedekatan dan kesukaan pemilih terhadap partai politik yang dipilihnya dalam pemilu. Semakin dekat dan suka dengan parpol pilihannya, pemilih akan semakin loyal dan terus memilih parpol itu dalam pemilu.

Lebih lanjut, Arifki mengungkap bahwa untuk mendapatkan pengaruh di masyarakat, satu-satunya cara adalah parpol harus turun langsung ke masyarakat untuk melihat peluang dan membangun komunikasi politik langsung dengan pemilih.

“Karena jika tidak melakukan hal itu maka partai akan kehilangan pengaruh dan susah membangun loyalis di masyarakat, karena nilai-nilai yang berkembang di masyarakat itu menjadi sebuah hal yang harus di-direct oleh parpol” Kata Arifki saat dihubungi Tirto (22/6/2023)

Menanggapi temuan menarik dari kedua lembaga survei diatas dimana SMRC menempatkan PAN sebagai partai dengan pemilih loyal terendah, sementara survei Litbang Kompas mengungkap PAN justru sebagai partai dengan pemilih loyal tertinggi, menurut Arifki hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal.

Menurut Arifki, kaderisasi yang dilakukan oleh PAN cenderung bukan membentuk karakter ideologis (pemilih loyal) melainkan lebih mendekatkan pemilih dengan calon populis (artis). Hal ini menyebabkan partai cenderung mudah terbawa arus (naik-turun) suara dan pemilih loyal karena identifikasi partainya terfokus pada individu personal caleg bukan kelembagaan parpol.

“Pemilih yang dekat dengan artis tentu bisa menjadi daya tawar (sesaat) untuk menarik pemilih loyal, namun ketika partai (PAN) gagal untuk memperkuat kelembagaan dan identitas partainya dan hanya bergantung pada kepopuleran individu maka akan cenderung mudah terbawa arus dan susah mendapatkan pemilih loyal,” ujar Arifki lagi.

Baca juga artikel terkait DATA FAKTA PEMILU atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - Politik
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Farida Susanty