Menuju konten utama

Pemerintah Tidak Masukkan Poin SP3 sebagai Bagian Revisi UU KPK

Pemerintah menyampaikan 3 pandangan yang harus direvisi yaitu masalah Dewan Pengawas KPK, lalu penyelidik, penyidik, dan pegawai independen dan pembentukan wadah ASN, serta independensi penindakan KPK.

Pemerintah Tidak Masukkan Poin SP3 sebagai Bagian Revisi UU KPK
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/9/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/18

tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan tiga pandangan dari pemerintah untuk bisa dipertimbangkan DPR aaat melakukan pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Dalam ketiga poin yang dibacakan Yasonna saat rapat kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kamis (12/9/2019), pemerintah tidak memasukkan poin kewenangan KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Dalam kesempatan ini izinkanlah kami mewakili Presiden menyampaikan pandangan dan pendapat Presiden atas RUU tentang Perubahan Kedua atas UU KPK yang merupakan usul inisiatif dari DPR,” ucap Yasonna.

Pandangan pertama yang disampaikan pemerintah tentang pengangkatan Dewan Pengawas KPK. Pemerintah menilai pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden demi meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya.

Selain itu, pemerintah tetap berpandangan perlu adanya panitia seleksi (pansel) serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota Dewan Pengawas mengenai rekam jejaknya. Hal ini untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturan serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengangkatan Dewan Pengawas.

Kemudian, dalam masalah keberadaan penyelidik dan penyidik independen KPK, pemerintah berpandangan perlu ruang yang terbuka dan mengakomodir penyelidik dan penyidik KPK agar berstatus sebagai pegawal Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal itu bertujuan agar bisa menjaga kegiatan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berkesinambungan.

Pemerintah pun mengusulkan pemberian rentang waktu selama dua tahun untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik itu dalam wadah ASN. Yasonna menambahkan para pegawai, penyelidik, dan penyidik tetap memperhatikan standar kompetensi masing-masing dan harus telah mengikuti dan lulus pendidikan, khusus bagi penyelidik dan penyidik.

Sementara itu, pemerintah pun memastikan pemerintah ingin KPK tetap independensi. Yasonna mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menyebutkan bahwa KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen.

KPK juga merupakan lembaga di ranah eksekutif. Mwski begitu, KPK dalam pelaksanaan tugasnya tetap harus bebas dari pengaruh dan wewenangnya dari kekuasaan manapun.

“Prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul inisiatif DPR atas UU KPK dalam rapat-rapat berikutnya,” ucapnya.

Menamggapi tanggapan pemerintah tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR Sudiro Asno mengatakan pihaknya akan membentuk panita kerja (panja) terkait RUU KPK. Ia pun meminta setiap fraksi untuk segera mengirimkan nama anggotanya yang akan masuk ke dalam panja tersebut.

Sementara Wakil Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pembahasan selanjutnya bisa dilakukan setiap saat dan langsung berkomunikasi dengan pemerintah. Hal ini mengingat masa bakti DPR periode 2014-2019 yang akan segera berakhir pada akhir bulan ini.

“Pembahasan selanjutnya karena waktu sangat mepet, kita bisa setiap saat langsung berkomunniksai dengan pemerintah. Dalam waktu tidak terlalu lama mungkin kita bisa segera selesaikan. Pengambilan keputusan kita sesuaikan dengan jadwal,” ucap Supratman.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Andrian Pratama Taher