tirto.id - Pemerintah terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah maupun internasional terkait permasalahan sampah, termasuk di perairan Bali.
Selain itu, pemerintah juga memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang perlunya pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan sampah plastik di laut seperti yang terjadi di Bali adalah tanggung jawab bersama, karena sampah tersebut bisa berasal dari mana saja.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, Indonesia dan semua negara harus sama-sama memerangi sampah, khususnya sampah plastik di laut.
“Ada kondisi banyak sampah plastik yang terbawa arus laut yang secara periodik muncul di pesisir Bali. Hal ini memerlukan tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah setempat,” ujar Rosa dalam rilis yang diterima Tirto, Jumat (9/3/2018) pagi.
Rosa Vivien menegaskan, Indonesia sangat berkomitmen untuk mengelola sampah dengan baik. Komitmen ini bisa dilihat dari terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan peraturan turunannya.
Pemerintah juga terus menyosialisasikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, yang menargetkan pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah 70% pada tahun 2025
“Terkait sampah plastik di laut, Presiden Joko Widodo pada G20 Summit tahun 2017 di Jerman telah menyampaikan komitmen bahwa Indonesia akan mengurangi limbah melalui reduce-reuse-recycle sebanyak 30% dan menargetkan pengurangan sampah plastik di laut sebanyak 70% pada 2025,” tandasnya.
Menurut Rosa Vivien, komitmen tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan Perpres tentang Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah di Laut yang dikoordinir oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan secara bersamaan dilaksanakan aksi pengurangan sampah di laut di 26 kota yang memiliki pantai atau sungai besar.
“Kegiatan bersama masyarakat ini telah terlaksana di Surabaya, Manado, Jakarta Utara, Denpasar, Banjarmasin, serta direncanakan akhir Maret dan April di Labuan Bajo dan Palembang,” imbuhnya.
Lebih lanjut Rosa Vivien memaparkan, sudah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi sampah, termasuk di Bali. Seperti yang diinisiasi KLHK bekerja sama dengan Aqua Danone dan Tetra Pak di Bali dengan menyediakan sejumlah drop box untuk menampung kemasan botol plastik dan karton minuman.
Di Pantai Kuta, Bali, setiap hari sampah dibersihkan, namun produksi sampah terus bertambah, oleh karena itu Coca Cola menyumbang tempat sampah dan truk pengangkut sampah.
Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat di Bali juga sudah membuat gerakan kurangi kantong plastik. Bantuan juga datang dari dunia internasional, antara lain dari World Bank bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Maritim yang melakukan kajian sampah plastik di laut di 20 lokasi, satu di antaranya Bali.
Beberapa waktu lalu, Bali kembali menjadi sorotan dunia setelah beredar sebuah video yang memperlihatkan lokasi perairan Nusa Penida penuh dengan sampah plastik.
Video yang diunggah penyelam asal Inggris, Rich Horner, di laman Facebook-nya pada 3 Maret 2018 tersebut dalam waktu singkat viral di media sosial dan menjadi perbincangan di level nasional maupun internasional.
Kendati demikian, Horner memberikan keterangan tambahan bahwa saat dia menyelam di lokasi yang sama keesokan harinya, dia tidak lagi menjumpai lautan sampah tersebut.
Horner juga berpendapat, sampah-sampah plastik tersebut bisa jadi bukan hanya dari Indonesia. Hal ini terindikasi dari sejumlah kemasan dan sampah plastik yang ditemukan bukan berasal dari lokasi setempat, karena tidak ada sungai yang mengalir dari Nusa Penida.
Dia juga menyatakan sampah plastik tersebut terbawa arus hingga ribuan kilometer dan bisa saja berasal dari Asia Tenggara.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo