Menuju konten utama

Pemerintah Tarik Utang Rp11,7 Triliun untuk Beli Alutsista

Dari rencana penarikan utang sebesar Rp399,2 triliun, jatah pinjaman paling besar akan diterima Kementerian Pertahanan guna membeli alutsista yakni Rp11,7 triliun.

Pemerintah Tarik Utang Rp11,7 Triliun untuk Beli Alutsista
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri), Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Agus Supriatna (kanan) meninjau alutsista yang digunakan dalam puncak Latihan Tempur Angkasa Yudha 2016, Kamis (6/10). ANTARA FOTO/M N Kanwa/16.

tirto.id - Pemerintah akan menambah utang sebesar Rp399,2 triliun sesuai dengan RAPBN 2018. Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan, porsi paling besar dari penggunaan utang tersebut akan dimanfaatkan untuk pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista).

“Arah kebijakan untuk utang dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif, efisien, dan hati-hati. Strategi rasio utangnya dijaga 30 persen, serta mengalami pendalaman pasar keuangan,” kata Robert di Gedung Parlemen, Jakarta, pada Senin (11/9/2017) kemarin.

Lebih lanjut, Robert menjelaskan jatah pinjaman paling besar akan diterima Kementerian Pertahanan guna membeli alutsista yakni sebesar Rp11,7 triliun. Sementara kementerian lainnya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memperoleh pinjaman sebesar Rp6,4 triliun.

“Sementara itu, tiga lembaga lain yang mendapatkan jatah pembiayaan internasional adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,” ucap Robert.

Pembelian alutsista akan difokuskan dengan pembiayaan dari dalam negeri. Untuk itu, pemerintah berencana akan menarik pinjaman sebesar Rp4,5 triliun dengan pembayaran pokok pinjaman sebesar Rp1,4 triliun.

“Jadi total pembiayaan dalam negeri secara netto masih Rp3,13 triliun, dan ini akan difokuskan untuk alutsista dan almatsus [alat material khusus] yang diproduksi industri pertahanan dan keamanan dalam negeri. Sementara pemberi pinjaman dalam negeri adalah bank BUMN dan BUMD,” jelas Robert.

Sementara itu, untuk pembiayaan internasional, besarannya mencapai Rp51,5 triliun dengan pembayaran cicilan pokok Rp70,1 triliun.

“Untuk penarikan pinjaman sebesar Rp51,5 triliun ini, pinjaman tunainya Rp13,5 triliun, sementara pinjaman proyeknya Rp38 triliun,” ujar Robert.

Pemerintah menyebutkan defisit yang dipatok dalam RAPBN 2018 adalah sebesar 2,19 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan anggaran belanja negara yang mencapai Rp2.204,4 triliun dan pendapatan negara yang senilai Rp1.878,4 triliun, maka defisit anggarannya sebesar Rp325,9 triliun.

Sebagai upaya untuk menambal selisih tersebut, pemerintah pun telah menganggarkan pembiayaan utang dengan nominal sebesar Rp399,2 triliun.

Adapun dalam skema pembiayaan yang telah dipaparkan dalam rapat kerja antara pemerintah dengan Komisi XI DPR RI kemarin, diketahui bahwa mayoritas pinjaman masih didatangkan dari Surat Berharga Negara (SBN) dengan nilai Rp414,7 triliun.

“Sumber utama utang adalah SBN. Jadi utang Rp399,2 triliun, tapi SBN lebih tinggi karena pinjaman akan negatif,” ungkap Robert.

Baca juga artikel terkait UTANG PEMERINTAH atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari