tirto.id - Pemerintah Sri Lanka menonaktifkan sementara layanan media sosial usai kejadian ledakan bom yang menewaskan sekitar 200 orang pada Minggu (21/4/2019).
NetBlocks Observatory, sebuah kelompok yang memonitor penyensoran internet mendeteksi pemblokiran layanan seperti Facebook, Youtube, WhatsApp, Snapchat, dan Instagram.
Menurut Associated Press News (AP News), pemerintah Sri Lanka memblokir sementara akses ke media sosial untuk memutus penyebaran informasi palsu dan meringankan tegangan hingga hasil investigasi selesai.
Namun, Direktur NetBlocks, Alp Toker mengatakan tindakan demikian seringkali tidak efektif dan dapat menyebabkan kekosongan informasi yang mudah dieksploitasi.
Facebook juga menyayangkan pemblokiran tersebut dan berdalih layanan media sosial memungkinkan para korban menghubungi orang-orang yang dicintainya.
Langkah ini adalah upaya atas kehkawatiran pemerintah terhadap risiko keamanan publik dalam kejadian yang merupakan keamanan skala nasional sekaligus ketidakpercayaan terhadap perusahaan teknologi yang seringkali abai terhadap manajemen konten di platform media sosialnya.
“Beberapa tahun lalu, [tindakan pemblokiran akses media sosial] ini mungkin tidak pantas,” kata Ivan Sigal, direktur eksekutif Global Voice, sebuah badan advokasi dan jurnalisme digital, seperti dilansir The New York Times.
“Ini tidak lagi dianggap efektif, penuh kebaikan, ataupun bersifat positif. Mungkin iya, di waktu dulu,” lanjutnya.
Ia tidak menyangkal sosial media dahulu menjadi platform bagi rakyat untuk menyuarakan kebebasan dan beberapa gerakan revolusi berawal dari sana.
Namun, menurutnya, praktik belakangan ini menunjukkan media sosial kurang membangun kepercayaan dengan membiarkan konten-konten kekerasan tersebar dan menambah ketakutan, bukannya membangun suasana positif.
Sigal menambahkan pemblokiran tersebut hanya efektif sebagian, karena pengguna dapat mengakses melalui VPN atau virtual private networks untuk mengatasi pemblokiran.
Tahun lalu, sebuah studi pemblokiran media sosial di Sri Lanka, yang dilakukan oleh Yudhanjaya Wijeratne, seorang peneliti di Sri Lanka, menemukan hanya separuh media sosial yang terdampak pemblokiran.
Pemblokiran yang dilakukan pemerintah ini memiliki dampak paling besar terhadap warga miskin dan kurang berpendidikan yang justru lebih rentan terhadap hoaks dan kepanikan. Demikian juga dengan golongan yang tidak memiliki akses VPN.
Di Sri Lanka, jaringan media sosial merupakan medium utama komunikasi bagi sebagian besar orang. Jika diblokir, keluarga akan sulit menjangkau informasi dari rekan atau relatif di Sri Lanka. Apakah mereka aman atau tidak usai kejadian ledakan bom di Sri Lanka.
Kejadian ledakan bom di Sri Lanka yang merupakan kejahatan berencana ini telah menewaskan 207 orang dan korban luka lebih dari 450 orang. Kejadian ini adalah tindak kekerasan pertama di Kepulauan India sejak perang saudara sepuluh tahun lalu.
Belum ada klaim pertanggung jawaban atas kejadian ini. Pihak kepolisian Sri Lanka telah menahan 13 tersangka yang terkait dengan pengeboman tersebut, seperti dilaporkan Aljazeera.
Editor: Dipna Videlia Putsanra