tirto.id - Pemerintah berencana menerapkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 pada 1 April 2017 mendatang. Peraturan ini akan menjadi penengah antara transportasi online dengan transportasi konvensional. Akan tetapi, peraturan ini ternyata belum mengatur masalah keberadaan ojek online. Padahal, selama ini sering konflik terjadi antara transportasi konvensional dengan para ojek online seperti kasus Bogor, Bandung, dan Tangerang beberapa waktu lalu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah belum mengatur tentang ojek online. Pemerintah juga belum mengakomodir dalam Permenhum Nomor 32 Tahun 2016 yang akan diberlakukan 1 April 2017.
"Undang-undangnya kan belum ada tentang roda dua," ujar Budi saat di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Budi menuturkan, pemerintah baru mengatur setelah melihat perkembangan penerapan Permenhub yang mengatur kehadiran transportasi konvensional dan transportasi online. Ia mengatakan, mereka akan mengevaluasi hasil penerapan Permenhub 32 Tahun 2016. Dalam evaluasi tersebut, baru pemerintah menyusun peraturan tentang ojek online.
"Kita akan mengevaluasi Undang-undang baru kita atur," kata Budi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi menilai, pemerintah sebaiknya segera memasukkan ojek online sebagai salah satu transportasi massal. Hal ini perlu dilakukan karena pengguna transportasi roda dua cukup banyak di Indonesia sehingga perlu diatur di dalam undang-undang.
"Di UU Perhubungan itu memang belum diatur roda dua. Yang diatur roda empat," ujar Yogi saat dihubungi Tirto, Selasa (21/3/2017).
Yogi menuturkan, pemerintah harus memasukkan sejumlah poin penting seperti masalah keamanan dan standarisasi driver. Ia menilai kedua hal itu penting agar penumpang merasa aman dan nyaman saat menaiki transportasi. Ia mencontohkan, seorang pengendara ojek online perlu mengetahui tempat mereka beroperasi sehingga mereka bekerja tidak sekadar mencari uang. Hal ini penting agar publik tidak kecewa saat menaiki transportasi tersebut.
"Jangan modal nyetir," kata Yogi.
Kemudian, menurut Yogi, pemerintah sebaiknya memberikan sebuah Surat Izin Mengemudi (SIM) khusus bagi para pengendara ojek online. Ia beralasan, para rider, istilah pengendara ojek online sering melihat telepon pintar mereka untuk memantau peta. Hal itu dinilai bisa membahayakan penumpang karena risiko kecelakaan muncul saat berkendara.
"Itu (penggunaan HP sambil mengendarai) harus diatur tuh secara transportasi. Mungkin itu diatur kapan dia gunakan," kata Yogi.
Yogi menilai, polisi perlu mengatur lebih lanjut dalam aturan tertentu. Hal itu penting untuk menegakkan lalu lintas. Kehadiran pemasangan telepon pintar jangan dibiarkan tanpa aturan. Ia berharap pemerintah bisa menindaktegas apabila ada peraturan yang melarang kegiatan tersebut.
"Jangan hal lazim dianggap kebal hukum. Indonesia harus mengedepankan hukum," kata Yogi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto