tirto.id - Pemerintah kembali melanjutkan kebijakan konsolidasi fiskal pada 2023 mendatang. Kebijakan ini penting agar target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat dikembalikan di angka 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Pada saat ekonomi nasional mulai menguat dan pulih dari krisis akibat pandemi pilihan kebijakan konsolidasi fiskal tetap harus dilakukan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Sri Mulyani yakin kebijakan itu memberikan ruang lebih besar bagi sektor swasta untuk semakin pulih. Sisi lain, dapat memastikan kesehatan keberlanjutan APBN, sehingga kembali berfungsi menyerap tekanan pasti dan bisa terjadi di kemudian hari.
"Dengan komitmen bersama ini kita bersepakat melakukan konsolidasi fiskal selaras dengan Undang-Undang (UU) Nomor 2/2020 atau Perpu Nomor 1/2020 yang mengamanatkan defisit APBN kembali paling tinggi sebesar 3 persen dari PDB pada 2023," ungkapnya.
Bendahara Negara itu mengatakan ikhtiar untuk terus menjaga APBN sehat dan berkesinambungan perlu diperkuat. Seiring disahkan dua pilar penting reformasi di bidang fiskal. Pertama, melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kedua, UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"Kedua UU itu menjadi pondasi penting di dalam rangka transisi menuju konsolidasi fiskal yang mulus dan aman tanpa mengganggu keberlanjutan pemulihan eko nasional," jelasnya.
Pemerintah akan terus melakukan penguatan dari sisi belanja. Melalui program spanding batter dalam rangka meningkatkan efesiensi dan efektifitas belanja negara baik pusat maupun daerah.
"Ini dalam rangka mendukung pelaksanaan agenda pembangunan nasional," katanya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin