tirto.id - Untuk memprotes keputusan diskriminatif AS yang membatasi kedatangan warga dari tujuh negara mayorita berpenduduk Muslim, Iran memanggil Duta Besar Swiss untuk Teheran Giulio Haas pada Minggu (29/1/2017) waktu setempat
Direktur Jenderal Urusan Amerika di Kementerian Luar Negeri Iran, Mohammad Kashavarz-Zadeh, menyerahkan surat protes resmi kepada Haas yang dala hal ini mewakili kepentingan di Teheran. Demikian yang diungkapkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qasemi.
Seperti dilansir Antara, Senin (30/1/2017), pada kesempatan itu, Keshavarz-Zadeh mengatakan kepada utusan Swiss tersebut bahwa perintah eksekutif dari presiden AS soal larangan itu dikeluarkan dengan dalih khayalan, diskriminasi, dan tak bisa diterima.
“Instruksi tersebut bertentangan dengan konvensi hak asasi manusia dan kesepakatan hukum serta konsuler yang ditandatangani antara Teheran dan Washington pada 15 Agustus 1955,” jelas Kashavarz-Zadeh.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump pada Jumat (27/1/2017) menandatangani perintah eksekutif untuk membatasi imigrasi dari negara yang ia katakan "dinodai oleh terorisme".
Kebijakan imigrasi Trump ini kemudian mendapat tanggapan yang cepat dan tajam dari Iran. Dikutip dari The Guardian, Menteri Luar Negeri Javad Zarif lewat akun Twitternya mengatakan bahwa larangan itu hadiah besar bagi para ekstremis,
"Diskriminasi kolektif membantu perekrutan teroris dengan memperdalam batas-batas kesalahannya sehingga dimanfaatkan oleh demagog ekstrimis untuk memperbesar barisan mereka," tegas Zarif.
Pernyataan resmi dari pemerintah Iran pun mengulang sentimen tersebut dan mengatakan bahwa larangan itu merupakan penghinaan terhadap dunia Muslim.
Iran memperingatkan bahwa mereka akan mengambil "langkah-langkah timbal balik" pada pemegang paspor AS. Artinya, warga AS yang melakukan perjalanan ke Iran juga akan dibatasi.
Sebagaimana diketahui, AS dan Iran memiliki hubungan dingin selama bertahun-tahun, setelah Presiden Jimmy Carter memutuskan hubungan dengan negara tersebut pada tahun 1980 selama krisis sandera Iran.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari