tirto.id - Pendiri The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang juga Rektor Universitas Paramadina, Didik Junaidi Rachbini mendorong pemerintah untuk menindaklanjuti kerja sama ekonomi yang ditawarkan negara-negara G20. Terlebih negara-negara G20 dikumpulkan karena ukuran ekonominya yang besar.
Sebagai contoh transisi ekonomi hijau yang ditawarkan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden perlu ditindaklanjuti dengan harapan ada keuntungan ekonomi Indonesia. Kebijakan friend shoring perlu ditanggapi juga.
"Tapi pemerintah kan tidak mengerti apa kebijakan yang ditawarkan negara mitranya. Buktinya tidak satu pun menteri menjawab soal ini, friend shoring dan ekonomi hijau," kaya Didik kepada reporter Tirto, Sabtu (19/11/2022).
AS sebelummya memobilisasi dana hingga 20 miliar dolar AS untuk membantu berbagai proyek transisi energi di Indonesia.
Negeri Paman Sam tersebut berharap kucuran dana itu--yang merupakan hasil kerja sama Amerika Serikat, Jepang, institusi keuangan dunia, dan pihak swasta--dapat membantu Indonesia mengurangi emisi karbon secara signifikan serta memperluas jaringan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Didik menilai apabila seluruh tawaran pendanaan atau investasi tersebut tidak digunakan signifikan, maka pertemuan KTT Bali cuma menghabiskan biaya.
"Pertemuan tersebut layak disebut baik dan positif untuk semua. Tetapi jika berhenti pada pertemuan itu saja, maka jauh dari memadai dan tidak cukup sebagai solusi masalah-masalah bersama," katanya.
Didik menganalogikan seperti membangun rumah. Menurut dia, jika cuma fondasi dan tiang-tiangnya saja, maka tidak berguna untuk tempat tinggal meski mengeluarkan biaya banyak untuk membangunnya.
"Karena itu harus ada kerja turunannya di level menteri, gubernur, pengusaha, dan lainnya," katanya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Gilang Ramadhan