tirto.id - Pemerintah dianggap perlu membentuk satuan tugas (satgas) yang diberi kewenangan untuk menertibkan keberadaan pedagang bahan bakar minyak (BBM) eceran dengan nama "Pertamini" yang dinilai ilegal.
"Kita minta Kementerian ESDM membentuk task force hingga ke daerah-daerah dan bekerja sama dengan pimpinan daerah setempat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukum," kata anggota Komisi VII DPR, Satya W Yudha di Jakarta, Jumat (2/12/2016).
Menurutnya, penertiban tersebut diperlukan agar harga BBM di tingkat konsumen tidak lebih mahal dari harga yang ditetapkan pemerintah. Terlebih pemerintah sudah memberlakukan kebijakan "satu harga BBM" untuk daerah-daerah terpencil seperti Papua. “Jadi perlu dibentuk task force untuk memberantas itu. Tidak bisa hanya dengan statement," kata anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut.
Satya menilai pembentukan gugus tugas Pertamini sangat perlu karena hingga saat ini tidak ada institusi yang merasa bertanggung jawab terhadap maraknya Pertamini dan pengecer BBM ilegal.
Mereka dibiarkan saja, padahal di banyak lokasi, mereka bisa menjual hanya beberapa ratus meter dari SPBU. Di luar Jawa, lanjut Satya, bahkan seringkali SPBU kosong, namun di berbagai penjualan eceran ilegal tersebut malah banyak diserbu masyarakat.
Pertamini juga tidak mempunyai hak untuk distribusi BBM karena mereka bukan agen atau penyalur resmi yang memang memiliki aturan termasuk marjin.
Selain itu, penggunaan nama Pertamini bisa mengecoh masyarakat, seolah-seolah ada kaitannya dengan Pertamina. Padahal, Pertamini sama sekali tidak terkait dengan Pertamina."Hal ini juga harus disosialisasikan bahwa Pertamini tidak ada kaitan dengan Pertamina. Nama Pertamini bisa mengesankan institusi di bawah Pertamina," tegasnya sebagaimana dilansir dari Antara.
Sementara itu, Kepala BPH Migas Andi Someng sepakat bahwa Pertamini harus diberantas dan ditindak tegas. Keberadaan usaha yang sekarang menjamur di masyarakat itu melanggar dua undang-undang sekaligus, yakni UU Migas dan UU Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), ucapnya.
"Pertama, kegiatan Pertamini tidak punya izin usaha sebagai penyalur. Kedua, kegiatan usahanya mendompleng ketenaran Pertamina. Dan itu bisa mengurangi reputasi Pertamina," tukas Andi.
Andi menegaskan BPH Migas tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penyegelan dan penangkapan. Kewenangan tersebut, lanjut Andi, berada pada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Migas dan polisi.
Penindakan tegas menurut Andi, memang perlu dilakukan untuk mendidik masyarakat. Dalam hal ini masyarakat boleh membuka usaha, namun hendaknya dengan usaha yang legal.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari