tirto.id - Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akhirnya mencapai kesepakatan terkait perpanjangan kontrak perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyebutkan, setidaknya ada tiga poin yang telah dirundingkan dan disepakati.
“Ini merupakan mandat dari Presiden Joko Widodo, dan bisa diterima oleh Freeport,” kata Jonan dalam jumpa pers, di kantornya, Selasa (29/8/2017).
Salah satu yang telah disepakati adalah soal divestasi saham sebesar 51 persen. Kendati telah memastikan besaran persentasenya, tetapi Jonan mengaku masih perlu ada perundingan lebih lanjut untuk membahas divestasi tersebut secara lebih rinci.
“Nanti akan dimasukkan jadi bagian dari lampiran pada IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) yang tidak akan bisa diubah sampai konsesi atau kontraknya selesai,” kata Jonan.
Rincian kesepakatan divestasi itu ditargetkan bakal selesai dalam pekan ini. “Mumpung CEO Freeport McMoran (Richard C. Adkerson) ada di Jakarta juga,” ujar Jonan.
Baca juga: Mahalnya Harga Divestasi Freeport
Selain memastikan pembagian atas divestasi saham, PT Freeport Indonesia juga dikatakan harus memenuhi komitmen untuk membangun smelter hingga 2022 mendatang. “Dalam lima tahun sejak IUPK itu diterbitkan,” kata Jonan.
Selanjutnya, PT Freeport Indonesia disebut telah sepakat juga untuk menjaga penerimaan negara. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang turut hadir dalam jumpa pers mengatakan kesepakatan dengan PT Freeport Indonesia dalam wujud IUPK ini bakal diatur lebih baik.
Baca juga: Jika Freeport Berhenti Beroperasi
Dari segi pendapatan negara, pemerintah optimistis besarannya akan jauh lebih besar ketimbang saat PT Freeport Indonesia masih berizin Kontrak Karya (KK). “Dalam beberapa hal, Freeport telah menjamin komposisi yang lebih besar. Kami akan masukkan detailnya itu dalam IUPK,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Akhir Rezim Kontrak Karya Freeport
Seperti halnya dengan divestasi saham, skema untuk penerimaan negara yang akan didapat dari PT Freeport Indonesia masih akan dikaji. Sri Mulyani mengatakan hasil perundingan skema itu nantinya akan diatur dalam bentuk PP (Peraturan Pemerintah).
Secara tegas, Sri Mulyani menambahkan bahwa poin-poin terkait divestasi saham, pembangunan smelter, dan penerimaan negara itu sifatnya mutlak tidak dapat dinegosiasi lagi.
Sementara itu, CEO Freeport McMoran Adkerson juga mengaku tidak keberatan dengan keputusan pemerintah tersebut. Meski begitu, Adkerson mengindikasikan bahwa proses perundingan untuk merinci ketiga poin yang telah disepakati masih akan jalan terus.
“Keseluruhan subjek ini mengarah pada persetujuan yang harus kami dapatkan. Kami pun masih harus bekerja sama secara kooperatif dengan pemerintah guna mencapai subjek-subjek yang dimaksud,” jelas Adkerson.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz