tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan bahwa pemerintah bakal tetap menihilkan pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).
Peraturan Menteri Keuangan No 152/PMK.05/2018 yang menjadi dasar dari penetapan pungutan ekspor tersebut perlu segera direvisi.
Menurut Darmin, keputusan itu diambil karena harga referensi yang tercantum dalam beleid tersebut tak lagi merefleksikan situasi harga dalam beberapa waktu belakangan.
"Pungutan ekspor perlu mempertimbangkan konsistensi pengenaan dalam periode 2-3 bulan supaya ada kepastian bagi pelaku usaha, baik petani, pedagang termasuk pabrik kelapa sawit (PKS), juga eksportir. Akan aneh sekali kalau mereka kena, lalu enggak kena lagi, lalu kena," ucap Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (28/2/2019) malam.
Saat ini, harga CPO memang tengah menukik dan berada kisaran 545 dolar AS per ton. Angka tersebut berada di bahwa harga referensi ekspor CPO dan turunannya untuk Maret 2019, yakni 595,98 dolar AS per ton. Padahal ambang batas harga sawit yang kena pembebasan tarif ekspor di PMK 152 sebesar 570 dolar AS per ton.
Meski belum mau menyebut berapa ambang batas baru harga sawit yang dikenakan tarif nol, Darmin mengatakan kalau nantinya batas bawah (threshold) dari harga referensi yang dikenakan pungutan ekspor akan dinaikkan
"Kita terbitkan dulu saja nanti PMK-nya. Soal tarif batas bawah ekspor ini, kami masih perlu bicarakan lagi dengan Ibu Menkeu Sri Mulyani," ujarnya.
Selain itu, kata dia, periode pemberlakuan pungutan ekspor dalam PMK tersebut juga diubah agar tak perlu lagi mengikuti perubahan harga referensi ekspor yang tiap bulan berubah-ubah.
"Sehingga ada kontinuitas dalam pemberlakuan pungutan ekspor sekaligus memberikan kepastian kepada dunia pengusaha," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri