tirto.id -
Menurut Menhub Budi Karya pembangunan shelter ojek online ini bisa jadi tanggung jawab pemerintah atau swasta, tergantung pada lokasi shelter. Budi mencontohkan bergantung pada lokasinya shelter yang dibangun di jalan nasional tentu menjadi tanggung jawab pemerintah dan yang di mall menjadi kewajiban pengelola.
"Kalau jalan utama bisa pemerintah. Kalau di mall selain aplikator bisa juga pengelola mall. Ini kan bisnis," ucap Budi kepada wartawan usai konferensi pers penentuan tarif ojek online di Gedung Karya, Kemenhub pada Senin (25/3/2019).
"Tidak harus pihak aplikator saja," tambah Budi.
Penyediaan shelter ini berkaitan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor untuk Kepentingan Masyarakat pada pasal 8. Salah satu poinnya, terdapat larangan kebiasaan driver ojek online "ngetem" secara sembarangan di pinggir jalan.
Pada Pasal 8 Permenhub tersebut mengharuskan pengemudi (driver) ojek online berhenti, parkir, dan menaikkan penumpang di tempat yang aman dan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.
Saat ini Budi mengatakan sejumlah tempat keramaian sudah mulai menyediakannya. Ia mencontohkan Grand Indonesia yang sudah memilikinya dan akan segera diresmikan.
"Minggu depan akan kami akan meresmikan shelter untuk ojek dan taksi online di Grand Indonesia," ucap Budi.
Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, Igun Wicaksono mengaku sepakat dengan aturan tersebut. Ia pun meminta pemerintah dan aplikator ojek online menyediakan tempat yang aman bagi driver untuk berhenti, parkir dan menaikkan penumpang.
“Memang ada larangan berhenti [di tempat sembarangan]. Kalau begitu, harusnya ada pengganti. Solusinya silakan pemerintah dan aplikator yang sediakan shelter,” kata Igun saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (22/3/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Agung DH