tirto.id - “Orang-orang yang tak bisa mengubah pikirannya tak akan bisa mengubah apa-apa,” kata dramawan termahsyur Irlandia George Bernard Shaw. Kebenaran kata-kata itu agaknya berlaku bagi banyak hal, termasuk dalam bidang pemasaran. Seperti hidup, pemasaran adalah perkara yang dinamis. Dalam buku Marketing 3.0 (2010), Philip Kotler, Hermawan Kertajaya, dan Iwan Setiawan menyebut sifat pemasaran telah berubah, dari product-centric ke customer-centric lalu ke human-centric.
Pemasaran yang berpusat pada produk atau “marketing 1.0” menjadikan penjualan produk sebagai satu-satunya urusan. Pada masa itu, perusahaan-perusahaan berupaya menjual produk sebanyak mungkin, tanpa mengindahkan sisi-sisi psikologis konsumennya. “Marketing 1.0 mengandalkan rational intelligent: Produk bagus, harga terjangkau. Konsumen memilih produk berdasarkan tinggi-rendahnya harga yang ditawarkan produsen. Pada tingkat ini konsumen sangat mudah berpindah,” tulis Hermawan.
Adapun dalam “marketing 2.0” yang bersifat customer-centric, perusahaan mulai berjualan dengan cara menyentuh hati pelanggan, memanfaatkan pendekatan emotional intelligent: harga mahal tidak lagi jadi soal selama sebuah merek mampu menciptakan ikatan emosional dengan pelanggannya. Namun, pendekatan ini pun dianggap telah ketinggalan zaman, lantaran, secara implisit, dinilai hanya menempatkan konsumen sebagai objek-pasif pemasaran.
Barulah pada era “marketing 3.0”, di mana aktivitas pemasaran didasarkan pada nilai-nilai (values driven), konsumen diperlakukan sebagai manusia utuh dengan pikiran, hati, spirit, dan cita-cita masing-masing. Mengikuti “marketing 3.0”, suatu perusahaan diharuskan memiliki visi, misi, dan nilai-nilai yang bersifat universal sebagai modal turut serta dalam gerakan perubahan.
“Publik membutuhkan aktivitas dan proses bisnis yang didasari oleh prinsip dan nilai-nilai yang lebih etis dan adil. Kini tidak cukup lagi bagi perusahaan untuk searching for excellence, karena di tengah perubahan lanskap seperti sekarang, yang menjadi keharusan adalah searching for meaning,” kata Hermawan.
Melayani Pelanggan, Mengukir Pencapaian Bersama
"Bisnis yang saya dan keluarga jalani berkembang bersama Bank BJB sejak tahun 1978. Ketika itu nama Bank BJB masih Bank Jabar. Alasan kenapa ikatan kami berlangsung begitu lama sebenarnya sangat sederhana: Bank BJB begitu dekat dengan nasabah," kata Fitri Kurniati, seorang debitur Bank BJB Kantor Cabang Pembantu Pasirkaliki, Bandung.
Fitri melanjutkan bisnis keluarganya dalam bidang pengadaan barang untuk kebutuhan instansi pemerintah maupun swasta. Di tangan Fitri, warisan bisnis tersebut meluas dan berkembang hingga menyentuh bidang lain: general trading, publikasi, event organizer, serta penyedia jasa rekrutmen dan outsourcing pegawai. Klien Fitri pun beragam, mulai dari instansi pemerintah daerah, perguruan tinggi, hingga rumah sakit yang tersebar di di Jawa Barat.
Serangkaian aktivitas bisnis itu dijalankan Fitri saat alumnus Fakultas Hukum Universitas Parahyangan tersebut masih berusia di bawah 30 tahun. Karenanya tidaklah mengherankan bila di awal karirnya, citra dan kapabilitas Fitri di hadapan klien kerap diragukan sebab usianya dianggap belum matang. Namun berkat bantuan teknis dan finansial yang diberikan Bank BJB, semua kendala bisnis Fitri jadi lebih mudah diatasi.
"Aktivitas saya sangat terbantu oleh Bank BJB. Ketika saya membutuhkan bantuan dana, respon kerja dari pegawai Bank BJB sangat cepat dan prosedurnya juga mudah,” ujar Fitri. Lebih dari sekadar cepat dan mudah, Fitri sangat terbantu oleh Bank BJB sebab perusahaan BUMD Jawa Barat itu menerapkan pendekatan human to human kepada pelanggannya. "Pegawai bank BJB sangat ramah dan nyaman diajak bicara. Hubungan kami juga begitu dekat, baik secara pertemanan maupun bisnis,” sambungnya.
Meski menjadikan pendekatan human to human sebagai budaya perusahaan, Bank BJB juga mendirikan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) sebagai kepanjangan tangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi di tubuh organisasi. "Harus dekat dengan nasabah. Tapi tetap menjaga integritas sebagai bankir yang profesional. Salah satu core business Bank BJB yaitu menggunakan pendekatan human to human. Intinya, capai target dengan gembira, untung, aman dan selamat," kata Direktur Utama bank BJB, Ahmad Irfan.
Konsep human to human tidak hanya diterapkan Bank BJB dalam membangun komunikasi, tapi juga diwujudkan dalam program serta layanan produk. Sebagai contoh, sejak 2015 Bank BJB rutin menggelar program bertajuk Perjalanan Religi untuk nasabahnya. Tahun ini Bank BJB memfasilitasi 175 nasabah muslim untuk umrah ke Arab Saudi. Sedang bagi nasabah nonmuslim, Bank BJB menyediakan perjalanan ke Betlehem bagi pemeluk Nasrani; ke India untuk nasabah beragama Hindu; dan ke Nepal bagi penganut Budhisme.
"Program ini merupakan bentuk apresiasi bank BJB kepada nasabah kredit konsumer. Diharapkan dapat meningkatkan engagement antara bank BJB dengan nasabah, “kata Direktur Operasional Bank BJB Fermiyanti.
Sementara dari segi produk, Bank BJB memiliki sejumlah produk unggulan yang hadir dari kebutuhan masyarakat, misalnya BJB Tabungan Samsat atau T-Samsat. Dalam realisasinya, T-Samsat memudahkan nasabah dalam urusan pembayaran pajak kendaraan bermotor tanpa perlu antre di kantor Samsat: sistem di Bank BJB akan melakukan input data nasabah dan memberikan informasi pembayaran pajak melalui telepon genggam.
Dalam prosesnya, pembayaran pajak secara otomatis akan didebet dari rekening nasabah bank BJB. Sebelum itu, BJBT-Samsat terlebih dulu menawarkan sistem pembayaran pajak dengan cara dicicil atau diangsur sesuai kemampuan nasabah. Menariknya, BJB T-Samsat tidak membebani nasabah karena wajib pajak terbebas dari biaya administrasi dan penalti.
"Inovasi bank BJB ini tidak hanya soal keuangan perbankan tapi juga terkait kemudahan dalam melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Bahkan, terobosan tersebut cukup berhasil menjadi program percontohan bagi layanan perbankan lainnya," kata Pemimpin Divisi Corporate Secretary bank BJB, Hakim Putratama.
Memberi kemudahan kepada pelanggan—lebih-lebih dalam kaitannya membuat mereka berkembang menjadi pribadi yang lebih baik—memang salah satu elemen dalam konsep Marketing 3.0. Karena itu adalah langkah tepat jika di era digital seperti sekarang Bank BJB juga meluncurkan BJB digi yakni produk unggulan bank BJB berbentuk aplikasi. Selain kemudahan dan kecepatan, produk ini juga menjanjikan kenyamanan dan keamanan—dua hal penting dalam mengelola keuangan.
“Sebuah perusahaan memberikan pelayanan pelanggan bukanlah untuk menjadi yang terbaik, namun menjadi legenda,” kata Sam Walton, pendiri Walmart. Produk serta layanan yang diberikan bank BJB kepada nasabahnya, juga cerita yang disampaikan Fitri, seolah menunjukkan satu hal: bank BJB hendak mencetak sejarah bersama para nasabahnya.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis