tirto.id - Pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 9 Desember mendatang, dengan melibatkan 100,35 juta warga yang tercatat dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 741 pasangan calon kepala daerah (1.482 orang) menjadi peserta Pilkada 2020 yang bersaing di dalam 270 pemilihan (Sembilan Pilgub, 244 Pilbup, dan 37 Pilwalkot).
Selain itu, jutaan orang di 304 kabupaten/kota juga akan berperan sebagai panitia, pengawas, dan saksi selama proses pemungutan suara di TPS dan rekapitulasi hasil pencoblosan pada bulan ini.
Di sisi lain, dengan skala sebesar itu, Pilkada Serentak 2020 berlangsung selama pandemi. Maka, sangat penting untuk memastikan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di semua tahapan Pilkada 2020.
Penerapan protokol kesehatan penting dilakukan supaya pelaksanaan Pilkada 2020 tidak memicu peningkatan angka penularan virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Selain KPU, Bawaslu, panitia pemilihan, pengawas, dan semua peserta Pilkada 2020, yang memiliki tanggung jawab memastikan penerapan protokol kesehatan di semua tahapan, lembaga-lembaga pemantau pemilu juga perlu mengambil peran serupa.
Lembaga pemantau pemilu merupakan pihak independen yang mempunyai kompetensi memantau proses pelaksanaan pemilihan umum. Dan, untuk konteksi pilkada, legalitasnya ditentukan melalui akreditasi dari KPU.
Pentingnya peran lembaga pemantau pemilu dalam pencegahan Covid-19 di Pilkada 2020 tersebut disampaikan oleh Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro.
Dia menjelaskan hal ini saat berbicara dalam webinar Bimbingan Teknis Pemantau Pemilu Pilkada 2020 oleh Network for Indonesian Democratic Sociey (Netfid), Sabtu (5/12/2020).
Mantan Ketua KPU RI periode 2016-2018 tersebut mengatakan lembaga pemantau pemilu memiliki peran penting memastikan pilkada terhindar dari kecurangan dan berjalan sesuai dengan protokol kesehatan.
"Organisasi pemantau pemilu harus juga memastikan pelaksanaan pilkada berjalan baik, termasuk sehat dan terbebas dari penularan COVID-19. Semoga Pilkada lancar, semua pihak sehat dan tidak terjadi klaster baru COVID-19," kata Juri dalam siaran resmi KSP yang diterima Tirto.
Pada masa pandemi, menurut Juri, organisasi pemantau pemilu perlu memperluas perannya, tidak hanya bekerja pada saat pemilihan umum tapi juga terlibat memantau hilir prosesnya. Oleh sebab itu, kata Juri, pemantau pemilu juga perlu menaruh perhatian secara menyeluruh ke semua pihak yang dalam pilkada.
Dengan tugas seperti itu, Juri menambahkan, petugas pemantau pemilu harus orang terpilih yang memiliki kredibilitas, baik dari segi individu maupun organisasi. Dia optimistis keberadaan lembaga pemantau pemilu bisa mendorong demokratisasi dan perbaikan pemilihan umum.
Juri sekaligus menegaskan, orang-orang yang terlibat di lembaga pemantau pemilu harus memiliki sifat kerelawanan, sehingga menjalankan perannya tanpa mengharapkan besaran honor.
"Hingga kini, pemantau pemilu masih relevan keberadaannya. Terlebih, semua pihak yang terlibat dalam Pemilu punya potensi melakukan kecurangan atau pelanggaran dalam meraup suara," ujar dia.
Dalam acara webinar yang sama, Wakil Ketua Rektor IV LSPR dan Dewan Pembina Netfid, Lestari Nurhajati juga mengingatkan bahwa semua pihak, termasuk pemantau pemilu, harus sadar akan pentingnya aspek kesehatan di Pilkada 2020 karena berlangsung saat pandemi COVID-19.
Lestari sekaligus meminta lembaga-lembaga pemantau pemilu tidak hanya bekerja memantau hal prosedural, tapi juga substansi pilkada. "Konsep pemantauan harus di semua lini. Pemantau akan menjadi luar biasa jika sangat mampu membagi pekerjaan di beberapa sektor," ujar Lestari.
Sementara Ketua Netfid Indonesia Dahliah Umar mengajak seluruh anggotanya untuk memperkuat soliditas dalam mengantisipasi beragam hal yang perlu dipantau. Intinya, Dahliah bilang, prinsip pemilu adalah bebas dan adil, sehingga pemantau perlu memastikan penyelenggara Pilkada 2020 berpegang pada prinsip tersebut.
"Jangan dilupakan untuk memantau penerapan protokol kesehatan, karena Pilkada 2020 menjadi Pilkada pertama yang menerapkan protokol kesehatan akibat pandemi COVID-19," kata Dahliah.
Imbauan Satgas agar Pilkada 2020 Bebas Covid-19
Satgas Penanganan Covid-19 terus mengingatkan akan pentingnya penerapan protokol kesehatan di semua tahapan Pilkada 2020, termasuk saat pemungutan suara yang melibatkan banyak warga.
Juru Bicara Satgas Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menyatakan para penyelenggara Pilkada seperti Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) daerah, serta mereka yang terlibat dalam tim pasangan calon, perlu memainkan peran dalam pencegahan Covid-19.
Salah satunya, kata Wiku, adalah dengan tidak mengundang kerumunan dan menjadi contoh bagi para masyarakat pemilih.
"Pastikan tidak terjadi penumpukan dan kerumunan di TPS. Bagi masyarakat, mohon perhatikan jarak aman saat mengantre di dalam dan di luar TPS," kata Wiku dalam keterangan persnya.
Wiku pun meminta masyarakat tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Saat di TPS, masyarakat pemilih juga perlu patuh pada protokol kesehatan dan aturan yang diarahkan oleh petugas TPS.
Kepatuhan terhadap protokol kesehatan, kata Wiku, juga berlaku untuk seluruh petugas pemilihan di Pilkada 2020, termasuk mereka yang bertugas di Tempat Pemungutan Suara.
"Mari semarakkan pesta demokrasi dengan aman, serta tetap mengutamakan protokol kesehatan di setiap sendinya," ujar Wiku.
----------------
Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Editor: Agung DH