tirto.id - Sentuhan fisik merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berdampak bagi kesehatan emosi, fisik, dan mental. Yang menarik, berdasarkan penelitian yang diterbitkan pada jurnal Plos One pada pertengahan tahun ini, pelukan ternyata hanya berpengaruh pada perempuan, tapi tidak pada laki-laki.
Para peneliti yang berasal dari Ruhr University Bochum di Jerman berfokus pada kortisol, hormon stres utama tubuh, yang mengontrol suasana hati, motivasi, dan ketakutan. Pelukan, yang dapat melepaskan hormon oksitoksin yang menimbulkan rasa nyaman, menurut mereka dapat mengurangi kadar kortisol dalam tubuh. Mereka mempelajari 76 orang berpasangan, yang semuanya berusia antara 19 dan 32 tahun.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang mendapatkan pelukan dan tidak, memiliki hasil yang berbeda dalam penurunan kortisol. Perempuan yang mendapatkan pelukan, dikatakan mengalami penurunan kadar kortisol.
Namun, pada laki-laki, tidak ditemukan perbedaan antara yang menerima pelukan dan tidak. Artinya, mendapat pelukan atau tidak, tidak berpengaruh terhadap suasana hati ataupun tingkat stres laki-laki.
Julian Packheiser, postdoctoral di Netherlands Institute mengatakan, faktor bahwa laki-laki menganggap pelukan sebagai sesuatu yang tidak nyaman dilakukan bisa menjadi penyebabnya.
"Gender yang dikonstruksi secara sosial dan cara bersandar pada orang lain yang berbeda antara laki-laki dan perempuan di masyarakat menjadi faktor penyebab lain," ujar Jessica Stern, PhD, postdoctoral fellow di Departmen Psikologi, Universitas Virginia.
Pria tidak terpengaruh pada pelukan bisa jadi karena pria sering lebih sulit untuk bersantai setelah peristiwa yang membuat stres, menurut Dr. David Helfand, PsyD.
Namun Julian juga menambahkan, walau pengaruh pelukan tidak ditemukan pada laki-laki, bukan berarti pengaruhnya benar-benar tidak ada. Bisa jadi pengaruhnya hanya sedikit, sehingga tidak terdeteksi.
Keajaiaban Sentuhan
Bentuk pengobatan paling awal mengacu pada kebutuhan manusia untuk menyentuh dan disentuh. Praktek pijat penyembuhan muncul di India, Cina dan Asia Tenggara pada milenium ketiga SM, sebelum menyebar ke barat. Asclepius, dewa penyembuhan Yunani, menyembuhkan orang dengan menyentuh mereka. Kata ahli bedah, awalnya berarti penyembuh tangan, dari bahasa Yunani untuk tangan (kheir) dan pekerjaan (ergon).
Dengan pentingnya sentuhan pada kehidupan manusia, penelitian mengenai sentuhan menurut beberapa ahli masih sangat kurang dilakukan. Katerina Fotopoulou, Profesor Psychodynamic Neuroscience mengatakan, baru pada tahun 1990-an peneliti menemukan bahwa ada sel spesial di kulit yang kemudian berjalan di jalur spesial ke bagian otak, yang disebut C- Tactile System.
Penelitian sebelumnya mengenai sentuhan juga banyak yang hanya fokus pada hubungan antara sentuhan dan otak. Di penelitian terbaru, tulang belakang manusia mempunyai peran penting dalam pengaruh sentuhan pada manusia. Sebelum mencapai otak, C-Tactile System harus melalui tulang belakang di tanduk dorsal. Tulang belakang tidak hanya memberikan sinyal kepada otak, namun juga menerima pesan dari otak, yang memberitahu kita mengenai sentuhan yang kita dapatkan.
Menurut artikel Joe Moran, “The power of touch: is this the sense we’ve missed most?”, dalam beberapa tahun terakhir, profesi perawatan telah menghidupkan kembali praktik penyembuhan melalui sentuhan ini. Sentuhan lembut orang lain sekarang dikenal untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat hormon stres seperti kortisol dan memicu pelepasan sejenis kandungan penghilang rasa sakit.
Berat badan bayi prematur dikatakan bertambah saat diusap ringan dari kepala hingga kaki. Pijat mengurangi rasa sakit pada ibu hamil. Orang dengan demensia yang dipeluk dan dibelai kurang rentan terhadap iritabilitas dan depresi.
Penelitian yang dipublikasikan pada Western Journal of Communication tahun 2014 menemukan bahwa kekurangan sentuhan fisik secara berkala memiliki efek serius jangka panjang, seperti kesepian, stres, depresi, gangguan mood, bahkan penurunan kekebalan tubuh.
Tiffany Field, PhD, direktur Touch Research Institute, Universitas Miami mengungkapkan, “Jika seseorang yang Anda percaya menggenggam tangan, memeluk, atau bahkan memberikan pijatan di punggung sebelum Anda melakukan tugas yang membuat stres seperti berpidato di depan umum, maka detak jantung akan melambat, tekanan darah menurun, dan terjadi penurunan kadar hormon stres.”
Sentuhan juga meningkatkan produksi imunoglobulin A yang membantu memperluas jumlah sel darah putih dalam darah dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Kontak fisik juga mendorong otak kita untuk memproduksi lebih banyak serotonin yang membuat kita merasa santai dan bahagia, dan umumnya berkontribusi pada rasa sejahtera.
Menyentuh dan disentuh dapat mengaktifkan area tertentu pada otak yang berkaitan dengan proses berpikir, memberi reaksi, dan bahkan respons fisiologis manusia. Sebuah studi melaporkan hasil MRI pada otak berkaitan dengan sentuhan. Data hasil MRI menunjukkan bahwa sentuhan afeksi mengaktifkan bagian otak yang disebut dengan cortex orbitofrontal. Bagian otak ini dikatakan berkaitan dengan proses belajar, membuat keputusan, serta perilaku sosial dan emosional.
Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 400 responden, para ilmuwan menemukan fakta bahwa berpelukan dapat mengurangi kemungkinan seseorang jatuh sakit.
Para responden yang memiliki support system yang besar cenderung jarang sakit. Dan mereka yang sakit tetapi memiliki support system yang baik, biasanya akan mengalami gejala yang jauh lebih ringan, ketimbang mereka yang tidak memiliki dukungan dari keluarga atau kerabat.
“Oksitosin memiliki kemampuan meminimalkan efek kortisol (hormon stres), meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, serta membantu tubuh melawan virus dan infeksi,” ujar dr. Karlina Lestari, yang berpraktek sebagai dokter umum.
Virginia Satir, seorang terapis keluarga mengatakan, “Kita butuh empat pelukan sehari untuk bertahan hidup, delapan pelukan sehari untuk menjaga kesehatan, dan 12 pelukan sehari untuk pertumbuhan.” Pelukan pada pasangan yang efektif menurut penelitian dilakukan 5-10 detik dengan tangan terlipat di punggung pasangan.
Pengaruhnya pada Anak
Keajaiban sentuhan ini bukan hanya dirasakan oleh orang dewasa saja, tetapi juga anak-anak. Bayi yang penglihatannya belum maksimal dan baru bisa mendengar di usia 4 minggu, hanya bisa mengandalkan sentuhan kulit untuk merasakan dunia. Sentuhan menjadi krusial bagi bayi untuk berinteraksi dengan dunia.
Mempelajari sentuhan apakah berbahaya atau memberikan rasa nyaman adalah bahasa yang pertama kali manusia lakukan.
Sebuah penelitian menemukan bahwa bayi yang tumbuh tanpa sentuhan afeksi memiliki masalah perkembangan kognitif. Selain itu, sistem kekebalan tubuhnya pun bermasalah sehingga anak rentan mengalami gangguan tumbuh kembang, seperti stunting.
Penelitian ini didasarkan pada sejarah kelam Rumania pada tahun 1970-1980 di mana pada saat itu ada sekitar 170 ribu anak yatim piatu harus tinggal di panti asuhan tanpa ada sosok orang dewasa yang memberikan sentuhan kasih sayang.
Belakangan diketahui, anak-anak yatim piatu Rumania tersebut kesulitan dalam mengelola emosi dan berinteraksi secara sosial sebagai akibat kurangnya sentuhan afeksi.
Dr. Amy Banks, psikiater sekaligus penulis buku berjudul Wired to Connect: The Surprising Link Between Brain Science and Strong, Healthy Relationships mengatakan bahwa, ikatan atau bonding yang tercipta antara anak dengan ibu pada tahun pertama kehidupan anak, dapat membantu menstimulasi jalur untuk hormon serotonin, dopamin, oksitosin, dan bahkan opioid yang dapat memengaruhi suasana hati.
Penelitian dari Swedia yang diterbitkan pada jurnal Research on Language and Social Interaction menemukan bahwa memeluk dan mengusap punggung anak yang sedang sedih memiliki efek menenangkan bagi mereka.
Begitu pentingnya sentuhan, bagi bagi anak maupun orang dewasa, tidak berarti kita dapat melakukan sentuhan pada sembarang orang. Hal yang harus diingat sebelum memeluk atau menyentuh orang lain adalah mengenai consent atau persetujuan kedua belah pihak untuk melakukannya. Jangan memaksa untuk menyentuh atau memeluk orang jika ia menolak melakukannya.
Penulis: Petty Mahdi
Editor: Lilin Rosa Santi