tirto.id - “Jangan biasakan digendong, nanti anaknya manja!”
Pesan semacam ini sudah tak asing dalam kehidupan sehari-hari. Pesan yang menginginkan agar seorang anak tak terlalu sering bersentuhan dengan ibunya. Padahal, sentuhan seorang ibu dengan anaknya yang masih bayi punya andil dalam kehidupan sang anak, juga sang ibu.
Kisah menegangkan terjadi pada pertengahan April lalu, sebuah drama penodongan di angkot terjadi di Pulogadung, Jakarta Timur. Drama penodongan yang berubah menjadi penyanderaan terhadap bocah kecil bernama Dafa dan sang ibu bernama Risma. Detik-detik paling menegangkan terjadi, Risma dicekik di lantai angkot oleh begundal yang panik takut diamuk massa.
Sebilah pisau menempel di leher Risma. Di sisi lain, sang bocah Dafa yang baru berusia 2 tahun justru tetap tenang di dalam gendongan. Dafa tentu belum mengerti apa sebenarnya yang sedang terjadi menimpa mereka berdua. Bocah perempuan itu untungnya tetap tenang dan nyaman di bawah sentuhan dan pelukan sang ibu. Drama penyanderaan itu berakhir dengan luka ringan pada Risma dan Dafa, tapi keduanya selamat.
Kisah Dafa yang tetap tenang dipelukan ibunya mengingatkan pentingnya sentuhan orang terdekat pada anak. Menurut ahli psikologi dan komunikasi non verbal dari Universitas DePauw, Greencastle, Amerika Serikat, Matthew J. Hertenstein sentuhan sangat penting. Ia mengibaratkan seperti mengonsumsi buah dan sayuran, bila asupannya kurang maka berdampak pada kesehatan yang tak optimal.
"Kurangnya sentuhan berdampak serius bagi kehidupan seseorang," katanya.
Pada sebuah riset yang menggunakan magnetic resonance imaging (fMRI) scan membuktikan terdapat aktivitas pada korteks otak besar saat seseorang mendapat sentuhan. Korteks somatosensorik hanya mengenali bentuk sentuhan yang paling dasar, yaitu sentuhan baik dan sebaliknya. Tafsir-tafsir lain yang muncul terhadap sentuhan tergantung kepada siapa yang memberikan sentuhan, serta dampak emosi dan komponen sosial lain yang melingkupinya. Sehingga sentuhan sangat berperan penting dalam hubungan antar personal terutama orangtua dan anak.
“Kita mulai menerima sentuhan saat masih di dalam rahim, disebabkan oleh getaran detak jantung ibu dan diperkuat oleh cairan ketuban yang meliputi selaput janin. Inilah saluran komunikasi pertama dan terutama antara orangtua dan anak," kata profesor pengajar veteran dari Universitas San Diego, AS, Peter Andersen, yang juga menulis buku Nonverbal Communication: Forms and Functions.
Sentuhan seorang ibu mengikat hubungan antara ibu dan anaknya yang baru dilahirkan. Sentuhan itu bisa memberikan rasa aman, nyaman dan tenang bagi anak. Namun, sentuhan juga bisa menimbulkan emosi positif atau negatif. Misalnya, bermain tepukan membuat anak tertawa bahagia, sementara sentuhan menekan atau meremas keras memberikan sinyal untuk tidak melakukan sesuatu. Sentuhan ibu mampu mengurangi rasa sakit saat bayi disuntik atau dites darah.
Tiffany Field, dari Sekolah Kedokteran Universitas Miami, AS, dan Direktur Touch Research Institute, telah membuktikan bahwa sentuhan, dalam bentuk pemijatan, memberikan berbagai manfaat untuk anak, termasuk tidur yang lebih baik, mengurangi rasa tidak nyaman, dan meningkatkan sikap sosial pada bayi dan anak.
Sentuhan sangat baik untuk anak yang lahir prematur untuk meningkatkan berat badan, juga untuk anak-anak dengan penyakit kronis, serta masalah emosional. Sentuhan juga mampu menyampaikan pesan lebih efektif daripada berbicara.
“Sentuhan adalah cara yang paling mudah untuk mengirimkan sebuah tanda atau isyarat,” kata Laura Guerrero, penulis Close Encounters: Communication in Relationships, yang meneliti mengenai komunikasi emosional dan nonverbal di Universitas Arizona, AS.
“Sentuhan juga sangat baik untuk mempererat dan mengakrabkan suatu hubungan,” lanjutnya.
Sehingga jangan remehkan sentuhan, sebab ada manfaat yang tersimpan dalam sentuhan, sekecil apapun itu. Peluklah si kecil saat ia sedih, pegang tangannya saat ia takut, belailah dia saat diam, tepuk pundaknya saat ia berprestasi, kecup jidatnya saat mau tidur.
Manfaatkan sentuhan dengan baik, maka sentuhan akan menjadi sebuah cara yang luar biasa untuk menjadikan anak manusia yang peka, kuat dan berdaya, baik secara fisik maupun emosional.
Penulis: Maharani Indri
Editor: Suhendra