tirto.id - Manajer Program Seknas, Fitra Misbah Hasan menyebut bahwa tekanan dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Hal itu lantaran jumlah utang jatuh tempo dalam denominasi dolar AS.
Pada penutupan perdagangan pukul 16.00 WIB tadi, rupiah tercatat melemah 0,07 persen ke angka Rp15.175 dibandingkan penutupan perdagangan kemarin.
"Ada beberapa (hutang) jatuh tempo 2018 dan sangat berpengaruh dari pelemahan rupiah. Beban utang kurs rupiah melemah karena beberapa bahan proyek strategis nasional masih impor," ujarnya dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/10/2018).
Apabila pemerintah tidak waspada, kata Misbah, maka hal itu akan berimbas pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL). Sebab, bisa jadi kondisi tersebut mengharuskan pemerintah memangkas subsidi BBM.
"Pemerintah tak mampu jaga nilai tukar rupiah sangat tinggi risiko ke naiknya BBM dan TDL. Ini bebani masyarakat menengah ke bawah," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyebut bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh dua faktor. Pertama, kondisi perekonomian AS yang makin membaik di era Presiden Donald Trump.
"Entah bagaimana itu, memang bagus, heran kita, jadi ekonomi AS memang bagus," kata Darmin di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat pagi tadi (5/10/2018).
Penyebab kedua adalah perang dagang Cina-Amerika Serikat yang kian memanas. "Masing masing mulai mengembangkan strategi yang makin bercabang-cabang itu. Sehingga untuk nariknya agak susah, nariknya supaya berhenti sudah susah, perlu waktu lah," imbuhnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto