Menuju konten utama

PDIP Hanya Boleh Pasang Foto Sukarno untuk Kegiatan Internal

KPU punya alasan substansial mengapa melarang partai pajang foto presiden. Tujuannya agar fokus kampanye nanti adalah visi dan misi.

PDIP Hanya Boleh Pasang Foto Sukarno untuk Kegiatan Internal
Petugas Satpol PP mencopot baliho pasangan calon wali kota-wakil wali kota Padang saat penertiban alat peraga kampanye di Ampang, Padang, Sumatra Barat, Jumat (16/2/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi

tirto.id - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pilkada cukup ketat mengatur apa yang boleh dan tidak selama kampanye. Salah satunya adalah mengenai Alat Peraga Kampanye (APK). Melalui aturan ini misalnya, foto Presiden ke-1 RI, Sukarno, tidak boleh dipakai PDI Perjuangan sebagaimana yang lazim mereka lakukan selama ini.

Dalam Pasal 24 ayat 3 PKPU 4/2017 disebutkan: "desain dan materi bahan kampanye yang difasilitasi oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota atau yang dicetak oleh pasangan calon... dilarang mencantumkan foto atau nama presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dan/atau pihak lain yang tidak menjadi pengurus partai politik."

Larangan tersebut terdapat pula di bagian ketiga PKPU 4/2017 tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye pasal 29 ayat 3 yang berbunyi sama.

Selain Sukarno, foto Soeharto, Habibie, dan Gus Dur juga tidak boleh dicantumkan dalam APK. Sementara Megawati dan SBY masih diperbolehkan karena keduanya saat ini menjabat sebagai Ketua Umum di partai masing-masing.

Arief Budiman, Ketua KPU, mengemukakan bahwa ada alasan substansial di balik penerbitan aturan ini. Menurutnya PKPU 4/2017 sengaja dibuat agar paradigma soal kampanye bisa berubah.

"Hakikatnya kampanye adalah penyampaian visi-misi. Kami ingin mengubah [yang terjadi] selama ini: selalu menampilkan foto tapi tidak menjelaskan visi, misi, dan program," kata Arief, 20 Februari lalu.

Pakar Politik dari Universitas Airlangga, Siti Aminah, mengatakan aturan ini memang dapat membuat pemilih lebih rasional.

Lulusan program doktoral Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa tanpa memasukkan foto tokoh di APK, partai dapat tetap dapat menyebarkan ideologinya lewat jalan lain. Menghilangkan tokoh dalam APK justru memicu partai untuk menjalankan fungsinya sebagai pendidik politik masyarakat.

"Harusnya program itu [pendidikan politik] yang lebih mereka galakkan. Jadi tidak hanya sekadar simbolik," kata Aminah.

Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, mengatakan bahwa pembatasan itu dibuat dalam rangka menghindari politisasi tokoh bangsa. Orang-orang seperti Sukarno dan Gus Dur adalah "milik" semua masyarakat; ia tidak bisa diklaim oleh partai mana pun.

"KPU dalam posisi menghormati beliau-beliau," kata Wahyu di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Selasa (27/2) kemarin.

Meski begitu, penggunaan foto tokoh untuk kepentingan internal, atau dengan kata lain tidak ada sangkut pautnya dengan usaha untuk meningkatkan citra dan meraup suara masyarakat, masih diperbolehkan. Foto Sukarno, misalnya, masih bisa dipajang sesuka hati di kantor pusat PDIP.

"Misalnya PDIP di kantornya memasang foto Bung Karno dalam backdrop, itu tidak perlu dipermasalahkan. Demikian juga tokoh lain. Tidak masalah sepanjang untuk kegiatan internal dan bukan difasilitasi KPU," kata Wahyu.

Kandidat yang ketahuan melanggar dapat dihukum Bawaslu. APK yang kontennya melanggar aturan akan langsung dicopot.

Tidak Disukai Partai

Aturan ini rupanya tidak disenangi partai. Anggota Komisi II dari fraksi PDIP, Komarudin Watubun, mengatakan bahwa komisinya akan langsung memanggil KPU setelah masa reses.

"Kalau bisa [aturannya] direvisi," kata Komarudin kepada Tirto, Selasa (27/2/2018).

Tidak dapat mencantumkan foto Sukarno adalah masalah besar bagi PDIP. Sukarno, katanya, sudah jadi simbol partai berlambang banteng itu sejak dulu.

"Bung Karno memiliki faktor kesejarahan dengan PDIP. Karena PDIP kan asalnya dari PNI yang didirikan Bung Karno. Ini bertentangan dengan sejarah partai," katanya.

Pendapat Ketua Desk Pemilihan Umum PKB, Daniel Johan, sama dengan koleganya di PDIP. Katanya, larangan mencantumkan foto tokoh selain pengurus partai berpeluang memutus tali sejarah dan menghapus identitas partai. PKB sendiri kerap menggunakan foto Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai pendiri partai; serta KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama.

"Jangan sampai pelarangan membuat kesan tokoh-tokoh bangsa ini jadi seperti tokoh terlarang," kata Daniel kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino