tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di kuartal IV/2018 hanya sebesar 5,18 persen (yoy). Angka ini masih di bawah target APBN yang dipatok sebesar 2,5 persen.
Kepala BPS Kecuk Suharyanto mengatakan, tak tercapainya target dalam Anggaran dan Pembelanjaan Negara (APBN) itu karena pertumbuhan ekspor tidak melaju secepat impor.
Dalam struktur PDB, pertumbuhan ekspor tarcatat melambat menjadi 6,48 persen dibandingkan dengan 8,91 persen pada 2017. Sementara itu impor tercatat tumbuh 12,04 persen.
Terkait hal tersebut, Ketua Komite Tetap Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono menyampaikan, pemerintah harus memunculkan eksportir-ekspotir baru dan lebih ekspansif ke pasar-pasar non-tradisional.
Sebab tahun ini, diperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tengah melambat dan negara-negara mitra dagang Indonesia seperti Cina dan Amerika sedang menahan konsumsinya.
"Saya sebenarnya lebih suka pakai pasar baru, bukan tradisional non-tradisional. Jadi tujuan ke negara yang belum tersentuh pasarnya sama Indonesia dan eksportirnya juga yang pemain baru," ujarnya saat ditemui di Hall Neo Soho, Podomoro City, Jakarta Barat, Kamis (7/2/2019).
Untuk itu, ia meminta pemerintah memberikan insentif agar para eksportir baru ini berani memasarkan produk mereka ke pasar-pasar non-tradisional. Ia mencontohkan misalnya, ekspor ke negara-negara tetangga di ASEAN masih belum banyak dilirik oleh para eksportir.
Padahal peluang ekspor sejumlah komoditas barang dan jasa di negara-negara Asean cukup besar.
"Di Filipina misalnya, itu kan cukup besar peluangnya. Selain Asean, di Taiwan juga, kita bisa kok. Di sana buka semacam co-working space supaya eksportir ini bisa berkantor. Dan pasarnya ada. Nah ini tinggal bagaimana pemerintah mau fasilitasi, kasih insentif," tuturnya.
Di sisi lain masih banyak hambatan ekspor di tahun 2018 yang perlu dibenahi oleh pemerintah. Di antaranya, kata dia, sejumlah syarat dalam perizinan ekspor seperti mandatori Laporan Surveyor (LS) serta kewajiban Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk komoditas kayu.
"Kalau menurut saya, ini yang harus jadi perhatian pemerintah. Kita ini kan negara kaya, mau ekspor apa saja bisa, yang membatasi-membatasi kaya gini coba lah dipermudah dulu," imbuhnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno